Kurban Udhiyyah: Syarat, Waktu danTata Caranya

Kurban Udhiyyah

Kurban (Udhiyyah). Ibadah kurban adalah suatu amalan yang memiliki banyak keutamaan. Dengan hal itu, banyak dari para ulama dan atsar yang menerangkan tentang keutamaan berqurban. Oleh karna itu, disini kami akan paparkan dan jelaskan tentang fiqih kurban ini.

Pembahasan ini terdiri dari beberapa bagian:

DEFINISI KURBAN

Udhiyyah secara bahasa adalah menyembelih kurban di waktu dhuha. Adapun secara syar’I (istilah) adalah hewan ternak yang disembelih berupa unta atau sapi atau kambing dengan tujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah pada hari raya. kemudian penjelasan fiqih kurban yang selanjutnya yaitu,

HUKUM DAN DALIL PENSYARIATAN KURBAN

Udhhiyyah (kurban) hukumnya sunnah mu’akkad, berdasarkan Firman Allah ta’ala;

فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَٱنْحَرْ

“Maka dirikanlah shalat karena tuhanmu dan berkorbanlah.”[QS. Al-Kautsar; 2]. Dan berdasarkan hadits Anas radhiyallahu anhu,

أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ضَحَّى بِكَبْشَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ ، ذَبَحَهُمَا بِيَدِهِ ، وَسَمَّى وَكَبَّرَ وَوَضَعَ رِجْلَهُ عَلَى صِفَاحِهِمَا

“Bahwa Nabi  menyembelih dua ekor kambing amlah (1)[1] bertanduk. Beliau menyembelih, keduanya dengan tangan beliau, mengucapkan tasmiyah dan bertakbir, dengan meletakkan kaki beliau di atas bagian leher samping keduanya.”(2)[2].

SYARAT DISYARIATKAN KURBAN

Disunnahkan berkurban bagi orang yang memenuhi syarat-syarat berikut ini:

  1. Islam, maka orang kafir tidak diperintahkan untuk berkurban.
  2. Baligh dan Berakal, sehingga barang siapa belum baligh dan berakal, maka tidak diberi beban kewajiban udhhiyyah baginya.
  3. Berkemampuan, yaitu dia memiliki harta senilai harga sembelihan yang merupakan kelebihan harta dari nafkah diri sendiri dan keluarga yang wajib dinafkahinya selama hari raya dan hari tasyriq.

HEWAN TERNAK YANG BOLEH DIJADIKAN HEWAN KURBAN

Tidak sah udhhiyyah kecuali bila ia disembelih adalah berupa unta, sapi dan kambing. Berdasarkan Firman Allah ,

وَلِكُلِّ أُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنسَكًا لِّيَذْكُرُوا۟ ٱسْمَ ٱللَّهِ عَلَىٰ مَا رَزَقَهُم مِّنۢ بَهِيمَةِ ٱلْأَنْعَٰمِ

“Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzekikan Allah kepada mereka…,”.[QS. Al-Hajj; 34]. Dan hewan ternak tidak keluar dari tiga jenis hewan ini. Di samping itu, tidak ada Riwayat dari Nabi dan seorang sahabat pun bahwa mereka berkurban dengan selain tiga jenis hewan ini.

Satu ekor kambing dalam udhhiyyah cukup untuk seorang laki-laki berikut anggota keluarganya. Dalam hadits Abu Ayyub radhiyallahu ‘anhu, dia berkata,

كَانَ الرَّجُلُ فِي عَهْدِ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ

“Dahulu seorang laki-laki di zaman Rasullah  berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan anggota keluarganya, maka mereka makan (darinya) dan memberi makan.”(3)[3]. Sah berkurban dengan menyembelih satu ekor unta atau satu ekor sapi untuk tujuh orang, berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu anhu, dia berkata,

نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الحُدَيْبِيَّةَ البَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

“Kami menyembelih bersama Rasullah  pada tahun Hudaibiyyah dengan seekor unta untuk tujuh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.”(4)[4].

SYARAT-SYARAT YANG DIJADIKAN ACUAN DALAM BERKURBAN

A)           Umur

  • Unta disyariatkan telah genap berumur lima tahun.
  • Sapi disyariatkan telah genap berumur dua tahun.
  • Kambing disyariatkan telah genap berumur satu tahun.

Berdasarkan hadits Jabir radhiyallahu anhu, bahwa Rasullah bersabda;

لَا تَذْبَحُوا إِلَّا مُسِنَّةً إِلَّا أَنْ يَعْسُرَ عَلَيْكُمْ فَتَذْبَحُوا جَذَعَةً مِنْ الضَّأْنِ

‘Janganlah kalian menyembelih kecuali musinnah, kecuali bila sulit bagi kalian, maka kalian boleh menyembelih jadza’ah dari domba.’(5)[5].

Unta musinnah adalah yang berumur lima tahun. Sapi musinnah adalah yang berumur dua tahun dan Kambing musinnah adalah yang berumur satu tahun. Musinnah disebut juga dengan tsaniyyah (yang menanggalkan gigi serinya).

  • Domba disyariatkan berstatus domba jadza’, yaitu yang sudah berumur satu tahun. Ada yang berkata, enam bulan, berdasarkan hadits Uqbah bin Amir radhiyallahu anhu, dia berkata;

قُلْتُ: يَا رَسُولَ اللهِ أَصَابَنِي جَذَعٌ. قَالَ: ضَحِّ بِهِ

“Aku berkata, ‘Wahai Rasullah, aku diberi bagian (ghanimah) berupa domba jadza.’ ‘Beliau menjawab, ‘Berkurbanlah dengannya.”(6)[6].

Dan berdasarkan hadits Uqbah bin Amir juga,

ضَحَّيْنَا مَعَ رَسُولِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِجَذَعٍ مِنَ الضَّأْنِ

“Kami menyembelih kurban bersama Rasullah  berupa domba jadza.”(7)[7].

B)            Tidak Cacat

Disyariatkan pada hewan kurban; unta, sapi dan kambing harus bebas dari cacat yang menyebabkan dagingnya berkurang, sehingga hewan kurus kering, pincang, cacat matanya, dan sakit tidak sah untuk kurban, berdasarkan hadits al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ’anhu dari Nabi bahwa belaiu bersabda;

أَرْبَعٌ لَا تُجْزِئُ فِي الأَضَاحِي: الْعَوْرَاءُ الْبَيِّنُ عَوَرُهَا, وَالْمَرِيضَةُ الْبَيِّنُ مَرَضُهَا, وَالْعَرْجَاءُ الْبَيِّنُ عَرَجُهَا وَالْعَجْفَاءُ الَّتِي لَا تُنْقِي

“Empat kriteria hewan yang tidak sah didalam hewan kurban: hewan yang buta sebelah yang jelas buta sebelahnya, hewan sakit yang jelas sakitnya, hewan pincang yang jelas kepincangannya, dan hewan kurus kering yang tidak bersumsum (yakni tidak berdaging).”(8)[8].

Kata (الْعَجْفَاءُ) bermakna kurus kering. Kata (لَا تُنْقِي) bermakna tidak berdaging karena kurusnya. Cacat yang semakna dengannya diqiyaskan kepada empat cacat ini, yaitu hewan yang dua gigi depannya ompong, hewan yang sebagian besar telinga atau tanduknya lenyap, dan cacat-cacat semisalnya.

WAKTU MENYEMBELIH KURBAN  

Waktunya dimulai dari sesudah Shalat ‘Id bagi yang shalat, sedangkan bagi yang tidak shalat maka dimulai dari sesudah terbitnya matahari pada hari Idul Adha kira-kira seukuran dua raka’at dan dua khutbah, berdasarkan hadits al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu dia berkata, Rasullah bersabda;

مَنْ صَلَّى صَلَاتَنَا وَنَسَكَ نُسُكَنَا فَقَدْ أَصَابَ النُّسُكَ وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ أَنْ يُصَلِّي فَلْيُعِدْ مَكَانَهَا أُخْرَى

“Barang siapa yang melaksanakan shalat sebagaimana shalat kami dan menyembelih kurban sebagaimana kurban kami, maka sungguh dia telah tepat dalam berqurban. Barang siapa yang menyembelih sebelum shalat, maka hendaklah dia menyembelih kurban yang lain sebagai gantinya.”(9)[9].

Waktunya berlanjut sampai terbenamnya matahari pada akhir hari tasyriq, berdasarkan hadits Jubair bin Muth’im radhiyallahu ‘anhu dari Nabi bersabda,

كُلُّ أَيَّامِ التَّشْرِيقِ ذَبْحٌ.

“Semua hari tasyriq adalah (waktu) penyembelihan.”(10)[10]. Yang lebih utama adalh menyembelih kurban sesudah Shalat Ied, berdasarkan hadits al-Bara’ bin Azib radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi bersabda;

أَوَّلُ مَانَبْدَأُ بِهِ يَوْمَنَا هَذَا نُصَلِّي ثُمَّ نَرْجِعُ فَنَنْحَرُ، فَمَنْ فَعَلَ ذَلِكَ فَقَد أَصَابَ سُنَّتَنَا، وَمَنْ ذَبَحَ قَبْلَ ذَلِكَ فَإِنَّمَا هُوَ لَحْمٌ قَدَّمَهُ لِأَهْلِهِ، لَيْسَ مِنَ النُّسكِ فِي شَيْءٍ

“Yang pertama kita mulai lakukan dihari (raya) kita ini adalah kita shalat, kemudian pulang lalu menyembelih. Barang siapa melakukan itu, maka sungguh dia telah benar dalam mengikuti sunnah kami, namun barang siapa yang menyembelih selain itu, maka hewan sembelihan tersebut hanyalah daging yang dia berikan kepada keluarganya, bukan termasuk ibadah (udhiyyah) sedikit pun.”(11)[11].

HUKUM BERKAITAN DENGAN HEWAN KURBAN

Setelah kita membahas penjelasan fiqih qurban yang berkaitan dengan waktunya, maka sekarang kita akan bahas mengenai hukum yang terkait dengan hewan kurban. Penyembelih disunnahkan memakan sebagian dari kurbannya, menghadiahkan sebagiannya untuk kerabat, tetangga dan teman-teman dan menyedekahkan sebagiannya kepada orang-orang fakir, berdasarkan Firman Allah ta’ala;

فَكُلُوا۟ مِنْهَا وَأَطْعِمُوا۟ ٱلْبَآئِسَ ٱلْفَقِيرَ

“Maka makanlah sebahagian daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang yang sengsara dan fakir.”[QS. Al-Hajj: 28].

Dianjurkan membaginya menjadi tiga bagian; sepertiga untuk keluarganya, sepertiga untuk tetangganya yang fakir dan miskin, sepertiga lagi untuk hadiah, berdasarkan hadits Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhuma tentang sifat udhhiyyah Nabi ,

يُطعِمُ أهلَ بيتِه الثُّلثَ، ويُطعِمُ فقراءَ جيرانِه الثُّلُثَ، ويَتصدَّقُ على السؤَّالِ بالثُّلثِ

“Dia memberi makan sepertiga untuk keluarganya, dan memberi makan tetangganya yang miskin sepertiga, serta bersedekahlah kepada peminta sepertiga.”(12)[12]. Boleh menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari, berdasarkan hadits Buraidah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi bersabda;

كُنْتُ نَهَيتُكُم عَنِ ادِّخارِ لُحُومِ الأَضَاحِي فَوقَ ثلاثٍ ، فَأَمْسِكُوا مَابَدَا لَكُمْ

“Dahulu aku pernah melarang kalian menyimpan daging kurban lebih dari tiga hari, maka sekarang simpanlah selama tampak kemaslahatannya bagi kalian (sesuka kalian).”(13)[13].

AMALAN BAGI YANG BERKURBAN DI SEPULUH DZULHIJJAH  

Pembahasan terakhir mengenai fiqih qurban yaitu amalan bagi yang berkurban. Apabila sepuluh hari awal Bulan Dzulhijjah tiba, haram atas orang yang hendak berkurban untuk memotong rambut dan dan kukunya sehingga dia menyembelih, berdasarkan hadits Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha yang marfu’,

إِذَا دَخَلَ العَشْرُ ، وَعِنْدَهُ أُضْحِيَّةٌ يُرِيدُ أَنْ يُضَحِّيْ ، فَلاَ يَأْخُذَنَّ شَعْراً وَلاَ يَقْلِمَنَّ ظفراً

“Bila sepuluh (hari awal) Bulan Dzulhijjah telah masuk, sedangkan seseorang diantara kalian mempunyai hewan kurban yang hendak disembelihnya maka janganlah dia memotong rambut dan kukunya sedikit pun.”

Dalam sebuah Riwayat,

فَلا َيَمَسَّ مِنْ شَعْرِه وبَشَرِه شَيْئًا

“Maka janganlah dia mencukur rambut dan (memotong) kukunya sedikit pun.”(14)[14]. Inilah penjelasan mengenai fiqih qurban yang benar[15].



[1] Kata (al-amlah) bermakna kambing kambing yang memiliki warna putih dan hitam. Sedangkan (al-aqran) bermakna kambing yang memiliki tanduk.

[2] Muttafaq alaih: HR. Bukhari (no.553) dan Muslim (no.1966).

[3] Shahih: HR. Ibnu Majah (no.3147) dan Tirmidzi (no.1505) dan beliau menshahihkan begitu juga dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Ibni Majah, (no.2563).

[4] HR. Muslim (no.1318).

[5] HR. Muslim (no.1963).

[6] Muttafa alaih: HR. Bukhari (no.5557) dan Muslim (no.1965-16) dan lafadz ini adalah milik Muslim.

[7] Shahih: HR. Nasai (7/219), dan sanadnya dikuatkan oleh al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Fath al-Bari (10/15), dan dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai (no.4080).

[8] Shahih: HR. Malik dalam al-Muwaththa hal. 248, Ahmad (4/289), at-Tirmidzi (no.1497) beliau berkata, ‘Hasan Shahih’, Abu Dawud (no.2802), an-Nasai (7/244).

[9] Muttafaq alaih; HR. Bukhari (6/238) dan Muslim (3/1553).

[10] HR. Ahmad (4/82), Baihaqi (9/295), Ibnu Hibban (no.1008), Daruquthni (4/284), al-Haitsami berkata, ‘Para perawi Ahmad dan lainnya adalah tsiqat (terpecaya). “Lihat Majma az-Zawa’id (3/25).

[11] Muttafaq alaih; HR. Bukhari (no.5560) dan Muslim (no.1961).

[12] Diriwaytkan oleh al-Hafizh Abu Musa dalam al-Wazha’if dan beliau menghasankannya. Lihat al-Mughni (8/632).

[13] HR. Muslim (3/1564) dan (no.1977).

[14] 14). HR. Muslim (no.1977, 39-40).

[15] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M].



Posting Komentar untuk "Kurban Udhiyyah: Syarat, Waktu danTata Caranya"