Fiqih shalat ini kami
buat secara ringkas dari keseluruhan permasalahan yang ada pada bab shalat
dengan tujuan agar memudahkan bagi pembaca. Adapun jika ingin lebih dalam lagi
atau lebih terperinci, silahkan bisa kunjungi artikel kami setelahnya.
Pembahasan ini terdiri
dari beberapa bagian:
PENGERTIAN DAN
KEUTAMAAN SHALAT
Baca lebih lengkap disini
Pengertian shalat
secara bahasa yang berarti, doa. Allah subhanahu wa
ta’ala berfirman,
“Dan shalatlah kamu
atas mereka..” (QS. At-Taubah: 103). Dan secara istilah yaitu,
ibadah yang terdiri dari ucapan-ucapan (bacaan-bacaan) dan perbuatan-perbuatan
khusus, yang di awali dengan takbir dan diakhiri dengan salam.
Adapun keutamaannya
sangatlah banyak, salah satunya yaitu ia bisa menggugurkan dosa seseorang. Berdasarkan
sabda Nabi ﷺ,
“Shalat lima waktu,
Jum’at ke Jum’at berikutnya, dan Ramadhan ke Ramadhan berikutnya adalah
pelebur-pelebur dosa di antaranya selama dosa-dosa besar dihindari.”(1)[1].
Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
ADZAN DAN IQAMAT
Baca lebih lengkap disini
Adzan adalah pengumuman tentang masuknya waktu shalat
dengan dzikir (lafadz) tertentu. Dan Iqamat adalah pengumuman
tentang didirikannya shalat dengan dzikir (lafadz) tertentu yang ditetapkan
oleh peletak syariat. Sebagaimana Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
“Dan (inilah) suatu
pemberitahuan (pengumuman) dari Allah dan RasulNya.” (QS. At-Taubah: 3). Adapun
terkait hukum keduanya yaitu fardhu kifayah (bila jumlah yang cukup dari kaum
Muslimin telah melakukan keduanya, maka gugurlah dosa atas kaum Muslimin
lainnya). Dan keduanya ini hanya disyariatkan oleh kaum laki-laki saja untuk
shalat lima waktu, dan bukan selainnya. Kemudian pembahasan fiqih shalat
selanjutnya adalah,
WAKTU-WAKTU SHALAT
Baca lebih lengkap disini
Shalat fardhu ada lima
waktu dalam sehari semalam, masing-masing shalat mempunyai waktu yang telah
ditetapkan oleh Peletak Syariat. Allah subhanahu wa ta’la berfirman,
“Sesungguhnya
shalat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang
beriman.” (QS. An-Nisa’: 103). Yakni, diwajibkan pada
waktu-waktu tertentu, maka shalat tidak sah sebelum masuk waktunya. Dasar dalam
masalah waktu shalat adalah hadits Ibnu umar radhiyallahu
‘anhuma, Nabi ﷺ bersabda,
“Waktu Shalat
Zhuhur adalah bila matahari tergelincir dan bayangan seseorang seperti Panjang
dirinya, selama waktu Shalat Ashar belum hadir, waktu Ashar adalah selama
matahari belum menguning, waktu Shalat Maghrib adalah selama belum hilang
cahaya merah (dari matahari setelah terbenam), waktu Shalat Isya adalah sampai
setengah malam yang pertengahan, dan waktu Shalat Shubuh adalah dari terbit
fajar, selama matahari belum terbit.”(2)[2].
Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SIAPA SAJA YANG WAJIB
SHALAT
Baca lebih lengkap disini
Diwajibkan atas setiap
Muslim yang baligh dan berakal, berdasarkan hadits Nabi ﷺ, dari
Ali radhiyallahu ‘anhu, dari Nabi ﷺ bersabda,
“Pena diangkat dari
tiga orang: dari orang tidur hingga dia bangun, dari orang gila hingga ia
sembuh (berakal), dan dari anak-anak hingga ia dewasa.”(3)[3].
Dan wajib bagi yang
mengasuh (semisal ortunya) anak-anak untuk memerintahkannya shalat walaupun ia
belum dikenai hukum wajib atasnya, akan tetapi ini hanya bertujuan mendidik
atau menjaga agar ketika dewasanya ia bisa menjaga shalatnya dan Nabi ﷺ memerintahkan
hal tersebut, sebagaimana Nabi ﷺ bersabda dalam
hadits beliau.
“Perintahkanlah
anak-anak kalian untuk melaksanakan shalat apabila sudah mencapai umur tujuh
tahun, dan apabila sudah mencapai umur sepuluh tahun maka pukullah jika ia
tidak melaksanakannya.”(4)[4].
Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SYARAT-SYARAT SAH
SHALAT
Baca lebih lengkap disini
1). Islam.
2). Berakal.
3). Baligh.
4). Thaharah (suci
dari hadats besar ataupun kecil).
5). Mengetahui masuk
waktu shalat.
6). Menutup aurat.
7). Menjauhi najis.
8). Menghadap kiblat.
9). Niat. Kemudian
pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
RUKUN-RUKUN SHALAT
Baca lebih lengkap disini
1). Berdiri tegak
dalam shalat fardhu.
2). Takbiratul ihram
di awal shalat.
3). Membaca al-Fatihah
di setiap rakaat.
4 dan 5). Rukuk dan
Thuma’ninah
6 dan 7). I’tidal
setelah rukuk dan Thuma’ininah.
8 dan 9). Sujud dan
Thuma’ninah.
10 dan 11). Duduk
diantara dua sujud dan Thuma’ninah.
12 dan 13). Tasyahud
akhir dan Duduk didalamnya.
14). Salam.
15). Tertib dalam
melakukan rukun. Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
WAJIB-WAJIB SHALAT
Baca lebih lengkap disini
1). Semua takbir
selain takbiratul ihram.
2). Ucapan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ
3). Ucapan رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْد
4). Ucapan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيم
5). Ucapan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى
6). Ucapan رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي
7). Tasyahud awal.
8). Duduk tasyahud
awal. Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SUNNAH-SUNNAH SHALAT
Baca lebih lengkap disini
Sunnah-sunnah shalat
terbagi menjadi dua: 1. Sunnah Perbuatan 2. Sunnah Perkataan.
1). Sunnah Perbuatan:
-mengangkat kedua
tangan bersama takbiratul ihram, rukuk, bangkit dari rukuk.
– meletakkan kedua
tangan sesudah takbir.
– meletakkan tangan
kanan pada tangan kiri.
– meletakkan keduanya
di dada saat berdiri.
– melihat pandangan ke
tempat sujud.
– memajangkan duduk
diantara dua sujud.
– menjadikan sutrah di
depannya.
– berisyarat dengan
jari telunjuk pada tasyahud.
– menjadikan kepalanya
sejajar dengan punggugnya.
– merenggangkan kedua
kakinya saat berdiri.
– kedua tangannya
memegang kedua lututnya dengan merenggangkan jari-jari saat rukuk.
2). Sunnah Perkataan:
– membaca doa
istiftah.
– membaca basmalah.
– membaca ta’awudz.
– megucapkan aamin.
– membaca surat
tambahan setelah al-Fatihah.
– membaca tasbih lebih
dari satu kali saat rukuk dan sujud.
– membaca doa setelah
tasyahud sebelum salam.
– doa diantara dua
sujud.
– shalawat atas Nabi ﷺ setelah
tasyahud awal dan akhir.
– berdoa setelah
tasyahud awal dan akhir.
– mengucapkan salam
yang kedua. Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
PEMBATAL-PEMBATAL
SHALAT
Baca lebih lengkap disini
1). Yakin ia dalam
keadaan hadats.
2). Meninggalkan salah
satu syarat dari syarat-syarat shalat atau rukun dari rukun-rukun shalat dengan
tanpa adanya uzdur.
3). Makan dan minum
secara sengaja.
4). Berbicara secara
sengaja tanpa ada kemaslahatan shalat.
5). Tertawa dengan
suara (terbahak-bahak atau tertawa yang secara jelas terdengar suara tertawa
tersebut).
6). Lewatnya wanita
dewasa atau keledai atau anjing hitam didepan orang yang shalat dalam area
tempat sujudnya.
7). Mengubah makna
bacaan (al-Fatihah) secara sengaja. Kemudian pembahasan fiqih shalat
selanjutnya adalah,
HAL YANG MAKRUH DALAM
SHALAT
Baca lebih lengkap disini
1). Membatasi diri
hanya membaca al-Fatihah saja pada dua rakaat pertama.
2). Mengulang-ngulang
al-Fatihah.
3). Mengangkat
pandangan ke langit.
4). Menoleh (ke kanan
atau ke kiri) tanpa ada hajjah atau alasan (keperluan).
5). Memejamkan kedua
mata dalam shalat.
6). Mendahului imam.
7). Menguap ketika
shalat.
8). Membaca al-Quran
saat rukuk dan sujud.
9). Mendahulukan dua
siku ketika turun sebelum kedua tangannya.
10). Shalat saat
hidangan makanan sudah siap. Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya
adalah,
HUKUM-HUKUM MENJADI IMAM
DALAM SHALAT
Baca lebih lengkap disini
SHALAT SUNNAH
Baca lebih lengkap disini
Shalat Sunnah, yang
dimaksud dengan sunnah adalah segala ibadah ketaatan yang tidak wajib. Dan
shalat sunnah ini memiliki dua bagian: 1. Shalat Sunnah terkait dengan waktu
tertentu. 2. Shalat Sunnah tidak terkait dengan waktu tertentu.
1). Sunnah terkait
dengan waktu-waktu tertentu, misal:
– shalat sunnah
rawatib.
– shalat sunnah dhuha.
– shalat sunnah kusuf
(gerhana).
2). Sunnah tidak
terkait dengan waktu-waktu tertentu, missal:
– shalat disiang hari
atau
– shalat dimalam hari.
Dengan catatan, tidak
mengerjakan shalat sunnah di waktu yang terlarang. Kemudian pembahasan fiqih
shalat selanjutnya adalah,
SHALAT BERJAMAAH
Baca lebih lengkap disini
Shalat Jama’ah yaitu
shalat yang dikerjakan secara berjamaah di masjid dan lebih gampangnya yaitu
shalat berjamaah untuk shalat lima waktu. Dan hukum shalat berjamaah di masjid
ini adalah wajib, berdasarkan dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Adapun dari
al-Qur’an,
“Dan apabila engkau
(Muhammad) berada ditengah-tengah mereka (para sahabatmu) lalu engkau hendak
melaksanakan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah sekelompok dari mereka
sendiri (shalat) besertamu.” (An-Nisa: 102). Dan dari hadits Nabi ﷺ yaitu, hadits
yang masyhur tentang sorang laki-laki buta yang meminta izin kepada Nabi agar
(diperbolehkan) shalat dirumahnya dikarenakan laki-laki tersebut buta dan tidak
ada yang menuntunnya untuk pergi ke masjid. Maka Nabi ﷺ bertanya
kepadanya,
“Apakah kamu
mendengar panggilan adzan?” Dia menjawab, “Ya.” Nabi ﷺ bersabda, “Penuhilah, aku tidak dapat mendapatkan adanya
keringanan bagimu.”(5)[5].
Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SHALAT JUMAT
Baca lebih lengkap disini
Shalat Jumat adalah
shalat yang dikerjakan di hari jumat dan dilakukan oleh kaum laki-laki secara
berjamaah. Adapun hukumnya yaitu fardhu ain atas kaum laki-laki, berdasarkan
Firman Allah subhanahu wa ta’ala,
“Wahai orang-orang
yang beriman, apabila telah diseru untuk menunaikan pada Hari Jum’at, maka
bersegeralah kalian kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli.”
(QS. Al-Jumu’ah: 9). Dan Shalat Jumat ni diwajibkan atas setiap
Muslim laki-laki, merdeka, dewasa, berakal, mampu menghadirinya dan mukim. Maka
shalat ini tidak wajib atas hamba sahaya, wanita, anak-anak, orang gila, orang
sakit atau musafir, berdasarkan kejelasan sabda Nabi ﷺ,
“Shalat Jumat
adalah sesuatu yang benar-benar wajib atas setiap Muslim secara berjamaah,
kecuali empat golongan: Hamba sahaya, atau wanita, atau anak-anak, atau orang
sakit.”(6)[6].
Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SHALAT KHAUF
Baca lebih lengkap disini
Shalat Khauf itu
shalat yang disyariatkan pada setiap peperangan yang mubah, seperti peperangan
melawan orang kafir, para pemberontak dan orang-orang yang memerangi (kaum
Muslimin), berdasarkan Firman Allah ta’ala,
“Jika kalian takut
diserang orang-orang kafir.” (QS. An-Nisa: 101). Kelompok sisanya diqiyaskan
kepadanya, yaitu dari kalangan orang-orang yang boleh untuk diperangi. Kemudian
pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SHALAT IDUL FITRI DAN IDUL ADHA
Baca lebih lengkap disini
Shalat Dua Hari Raya
ini yang dimakusd adalah Shalat Idul Adha dan Shalat Idul Fitri, keduanya
memiliki perayaan syar’I atau keduanya juga merupakan hari rayanya umat Islam
diseluruh penjuru dunia. Idul fitri merayakan selesainya kaum Muslimin dari
Puasa Ramadhan. Sedangkan Idul Adha merayakan penutupan kaum Muslimin sepuluh
hari pertama Bulan Dzulhijjah. dan hukum keduanya adalah fardhu kifayah. Dan
dikerjakan sebisa mungkin di tanah lapang yaitu di luar bangunan, karena ini
merupakan yang disunnahkan untuk dikerjakan di tanah lapang dan juga ia
termasuk syiar Islam yang nampak.
Adapun mengenai
dalilnya tentang disunnahkannya untuk mengerjakan di tanah lapang yaitu, hadits
yang diriwayatkan oleh Abu Said al-Khudri radhiyallahu ‘anhu,
“Nabi ﷺ biasa keluar untuk Shalat Idul Fitri dan Idul Adha ke
tempat shalat (yaitu tanah lapang).”(7)[7].
Sebagai tujuan yaitu memperlihatkan syiar Islam. Kemudian pembahasan fiqih
shalat selanjutnya adalah,
SHALAT ORANG YANG
MEMILIKI UDZUR
Baca lebih lengkap
Shalat Orang Sakit dan Shalat Orang Musafir
Shalat Orang Yang
Memiliki Udzur adalah orang-orang sakit, orang-orang musafir, dan orang-orang
takut yang tidak bisa mendirikan shalat sesuai dengan tata cara shalat yang
dikerjakan oleh orang-orang yang tidak berudzur, berdasarkan keumuman ayat,
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
“Allah tidak membebani
seseorang, melainkan sesuai dengan kemampuannya.” (QS.
Al-Baqarah: 286). Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya
adalah,
SHALAT ISTISQA’
Baca lebih lengkap disini
Shalat Istisqa’,
Istisqa adalah meminta diturunkannya air hujan dari Allah subhanahu wa
ta’ala saat hamba-hamba membutuhkannya dengan tata cara tertentu, hal
itu terjadi ketika tanah mulai kering dan kemarau panjang, karena tidak ada
yang menyiramkannya dan menurunkan air hujan kecuali Allah subhanahu wa
ta’ala semata.
Adapun hukumnya adalah
sunnah mu’akkad, berdasarkan ucapan Abdullah bin Zaid radhiyallahu
‘anhu,
“Nabi ﷺ keluar meminta hujan, lalu beliau menghadap kiblat untuk
berdoa, dan membalikkan kain selempangnya, lalu beliau shalat dua rakaat dengan
mengeraskan bacaan keduanya.”(8)[8].
Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SHALAT GERHANA
Baca lebih lengkap disini
Shalat Kusuf
(gerhana), kusuf adalah terhalangnya cahaya salah satu dari
dua benda yang bersinar -bulan dan matahari- dengan sebab yang tidak
biasa. Kusuf dan Khusuf bermakna sama.
Allah subhanahu wa ta’ala mengadakannya dalam rangka memberi
rasa takut kepada hamba-hambaNya agar mereka kembali kepada Allah, sebagaimana
Nabi ﷺ bersabda,
“Sesungguhnya
matahari dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya
tidak mengalami gerhana karena kematian dan kehidupan seseorang, akan tetapi
dengan keduanya Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hambaNya.”(9)[9].
Adapun hukumnya yaitu,
Wajib. Dan kusuf itu gerhana bulan dan khusuf itu gerhana matahari. Kemudian
pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SHALAT JENAZAH
Baca lebih lengkap disini
Shalat Jenazah adalah
menshalati orang yang sudah meninggal dunia (mayit). Dan hukumnya adalah fardhu
kifayah, dalilnya adalah sabda Nabi ﷺ saat
an-Najasyi wafat,
“Sesungguhnya
seorang saudara kalain telah wafat, maka berdirilah dan shalatkanlah dia.”(10)[10].
Kemudian pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SUJUD SAHWI
Baca lebih lengkap disini
Sujud Sahwi, yang
dimaksud dengan sujud sahwi adalah sujud yang dituntut (untuk dilakukan)
diakhir shalat untuk menambal kekurangan dalam shalat, atau kelebihan, atau
keraguan. Sujud sahwi disyariatkan, berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
“Bila salah seorang
di antara kalian lupa (dalam shalatnya), maka hendaknya sujud dua kali.”(11)[11].
Dan para ulama telah berijma’ bahwa sujud sahwi ini disyariatkan. Kemudian
pembahasan fiqih shalat selanjutnya adalah,
SUJUD SYUKUR
Baca lebih lengkap disini
Sujud Syukur ini
dianjurkan bagi siapa yang mendapatkan nikmat atau dijauhkan dari musibah, atau
mendapat kabar gembira agar bersujud kepada Allah sebagai bentuk syukur kepada
Allah ta’ala dalam rangka meneladani Nabi ﷺ. Hal ini
pernah dilakukan oleh Nabi ﷺ, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu
Bakrah radhiyallahu ‘anhu,
“Bahwa Nabi ﷺ bila mendapatkan suatu perkara yang membahagiakannya
-atau diberi kabar gembira-, maka beliau menyungkur sujud sebagai ungkapan
syukur kepada Allah Tabaraka wa ta’ala.”(12)[12].
Dan hukumnya sunnah bukan wajib. dan yang terakhir dari pembahasan fiqih shalat
yaitu tentang sujud tilawah.
SUJUD TILAWAH
Baca lebih lengkap disini
Sujud Tilawah ini
disyariatkan saat membaca dan mendengar ayat yang didalamnya ada ayat sajdah.
Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma berkata,
“Nabi ﷺ pernah membacakan kepada kami surat yang didalamnya ada
ayat sajdahnya, maka beliau bersujud dan kami pun bersujud bersama beliau,
sampai-sampai salah seorang diantara kami tidak menemukan tempat untuk
keningnya.”(13)[13].
Dan hukum sujud ini sunnah menurut pendapat yang shahih.
Inilah fiqih shalat
secara ringkas dari Kitabul al-Fiqhi al-Muyassari.[14]
[1] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 233 (16).
[2] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 612.
[3] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 3825.
[4] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 418.
[5] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 653.
[6] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 1054,
dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, no. 592.
[7] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 956 dan Muslim, no. 889.
[8] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 1011 dan Muslim, no. 894.
[9] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 1048 dan Muslim, no. 911.
[10] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 952, 64.
[11] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 572, 92.
[12] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 2774,
at-Tirmidzi, no. 1578, Ibnu Majah, no. 1394, at-Tirmidzi berkata, “Ini hadits
hasan gharib, kami tidak mengetahuinya kecuali dari jalan ini.” dihasankan oleh
al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, 2/226.
[13] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 1076 dan Muslim, no. 575.
[14] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M]. Dengan sedikit penambahan. Wallahu A’lam
Posting Komentar untuk "Fiqih Shalat (Fiqih Muyassar Bab Shalat)"