Hukum Meninggalkan Shalat 5 Waktu

Hukum Meninggalkan Shalat Wajib

Hukum meninggalkan shalat. Apakah dihukumi kafir ataukah tidak. Barang siapa meninggalkan shalat karena mengingkari kewajibannya, maka dia kafir dan murtad, karena dia telah mendustakan Allah subhanahu wa ta’ala, RasulNya, dan ijma’ kaum Muslimin.

Barang siapa meninggalkan shalat karena malas dan meremehkan yakni bukan karena mengingkari kewajiban shalat, maka pendapat yang shahih (benar) adalah bahwa dia juga kafir bila dia meninggalkannya terus-menerus dan meninggalkannya secara kesuruluhan, berdasarkan Firman Allah subhanahu wa ta’ala yang mengisahkan orang-orang musyrik,

فَإِن تَابُوا۟ وَأَقَامُوا۟ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَوُا۟ ٱلزَّكَوٰةَ فَإِخْوَٰنُكُمْ فِى ٱلدِّينِ ۗ 

Jika mereka bertaubat, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudara kalian seagama.” (At-Taubah: 11).

Maka ayat ini menunjukkan bahwa selama mereka (orang-orang) musyrik belum mewujudkan syarat mendirikan shalat, maka mereka bukan Muslimin dan bukan saudara kita seagama, berdasarkan sabda Nabi ,

الْعَهْدُ الَّذِي بَيْنَنَا وَبَيْنَهُمْ الصَّلَاةُ فَمَنْ تَرَكَهَا فَقَدْ كَفَرَ

Perjanjian antara kita dengan mereka adalah shalat, maka barang siapa yang meninggalkannya, sungguh ia telah kafir.[1]. Dan Nabi juga bersabda,

إِنَّ بَيْنَ الرَّجُلِ وَبَيْنَ الشِّرْكِ وَالْكُفْرِ تَرْكَ الصَّلَاةِ

Sesungguhnya (batasan) antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan shalat.[2].

Barang siapa yang kadang-kadang shalat dan kadang-kadang meninggalkannya, atau melaksanakan satu shalat fardhu atau dua shalat fardhu saja, maka secara dzohir (nampak) dia tidak kafir, sebab dia tidak meninggalkannya secara keseluruhan, sebagaimana teks hadits yang berbunyi, (tarkas shalah) “Meninggalkan semua shalat.” Dan orang ini meninggalkan sebagian shalat, bukan semua shalat. Dan hukum asalnya, Islamnya tetap tegak, maka kita tidak menghukuminya keluar dari Islam, kecuali dengan sesuatu yang pasti. Karena,

مَا ثَبَتَ بِيَقِيْنٍ لَا يَرْتَفِعُ إِلَّا بِيَقِيْنٍ

Sesuatu yang tetap dengan berdasarkan kepastian itu tidak lenyap kecuali dengan berdasarkan yang pasti juga.[3].

Dan pembahasan mengenai hukum meninggalkan shalat, para ulama banyak yang menyinggung masalah ini dalam kitab-kitab mereka masing-masing[4].



[1] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 2126; an-Nasai, 1/231; Ahmad; 5/346; al-Hakim, 1/706; at-Tirmidzi berkata, “Hasan shahih gharib.; Dishahihkan oleh al-Hakim, dan disetujui oleh adz-Dzahabi. Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 2113.

[2] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 82.

[3] Lihat asy-Syarh al-Mumti’, [oleh Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin], 2/24-28.

[4] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M].



Posting Komentar untuk "Hukum Meninggalkan Shalat 5 Waktu"