Rukun-Rukun Shalat. Rukun
adalah bagian-bagian (dasar) terbentuknya ibadah, dan ibadah tidak sah kecuali
dengannya. Bedanya antara rukun dengan syarat adalah bahwa syarat mendahului
ibadah dan terus bersamanya. Adapun rukun, maka ia adalah ucapan-ucapan dan
perbuatan-perbuatan yang dikandung oleh ibadah.
Adapun perbedaan
antara syarat, rukun, dan wajib shalat yaitu, kalau syarat itu membahas apa
saja yang di luar ibadah, kalau rukun itu di dalam ibadah, dan kalau syarat itu
sifatnya mustamir (yakni harus selalu ada) dan batal jika
ditinggalkan baik (sengaja ataupun lupa), kalau rukun itu (tidak harus selalu
ada) dan batal jika ditinggalkan baik (sengaja ataupun lupa) sedangkan wajib,
kalau wajib dia sengaja ditinggalkan maka membatalkan ibadah tersebut tapi kalau
ia lupa maka dia harus sujud sahwi.
Rukun shalat ada empat
belas, tidak bisa gugur karena sengaja, lupa, atau kejahilan (ketidak tahuan).
Keterangannya adalah sebagai berikut:
1. BERDIRI TEGAK
Yaitu berdiri tegak
dalam shalat fardhu bagi yang mampu, berdasarkan Firman Allah ta’ala,
وَقُومُوا۟ لِله قَانِتِينَ
“Dan berdirilah
(melaksanakan shalat) karena Allah sebagai orang-orang yang tunduk.” (Al-Baqarah: 238). Dan berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada Imran
bin Husain radhiyallahu ‘anhuma,
صَلِّ قَائِمًا فَإِنْ لَمْ تَسْتَطِعْ فَقَاعِدًا فَإِنْ
لَمْ تَسْتَطِعْ فَعَلَى جَنْبٍ
“Shalatlah dengan
berdiri, jika tidak mampu maka dengan duduk, jika tidak mampu maka dengan
berbaring.”[1]
Bila tidak berdiri
dalam shalat fardhu karena suatu uzdhur seperti sakit, takut, atau
alasan lainnya, maka diterimalah udzurnya dengan alasan tersebut. Dan hendaklah
dia shalat sesuai dengan keadaannya, bisa dengan cara duduk atau berbaring.
Adapun shalat
sunnah, maka hukum berdiri padanya adalah sunnah, bukan rukun, namun shalat
dengan berdiri lebih utama (afdhol) dari pada shalat dengan duduk, berdasarkan
sabda Nabi ﷺ,
صَلَاةُ الْقَاعِدِ عَلَى النِّصْفِ مِنْ صَلَاةِ
الْقَائِمِ
“(Pahala) shalat orang
yang duduk setengah dari (pahala) shalat orang yang berdiri.”[2]
2. TAKBIRATUL IHRAM
DIAWAL SHOLAT
Maksud dari takbiratul
ihram disini, yaitu ucapan (الله أكبر) Allah Mahabesar, dan
ucapan selainnya tidak sah, berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada
laki-laki yang shalatnya buruk (jelek),
إِذَا قُمْتَ إِلَى الصَّلَاةِ فَكَبِّرْ
“Bila kamu berdiri
untuk shalat, maka bertakbirlah.”[3] Dan sabda Nabi ﷺ,
تَحْرِيمُهَا التَّكْبِيْرُ وَتَحْلِيلُهَا التَسْلِيمُ
“Yang mengharamkannya
(dari yang membatalkan) adalah ucapan takbir dan yang yang menghalalkannya
(penutupnya) adalah ucapan salam.”[4] Maka shalat tidak sah tanpa takbir.
3. MEMBACA AL-FATIHAH
PADA SETIAP RAKAAT
Membaca Al-Fatihah
adalah rukun di setiap raka’at pada setiap shalat fardhu (wajib) ataupun sunnah
baik itu shalat jahriyyah atau sirriyyah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
لَا صَلَاةَ لِمَنْ لَمْ يَقْرَأْ بِفَاتِحَةِ الْكِتَابِ
“Tidak sah shalat bagi
siapa yang tidak membaca Surat al-Fatihah.”[5] Dikecualikan darinya makmum masbuq (orang
yang ketinggalan) yang mendapatkan imam dalam keadaan rukuk atau dia
mendapatkan berdirinya imam namun tidak cukup waktu untuk membaca al-Fatihah.
Demikian juga makmum dalam shalat jahriyyah, dia dikecualikan
dari membacanya, tetapi kalau dia membaca di sela-sela diamnya imam, maka hal
itu lebih baik untuk mengambil pendapat yang lebih hati-hati.
4. RUKU’ DISETIAP RAKA’AT
Ruku’ dalam shalat
merupakan rukun di setiap raka’at dari shalat dengan kesepakatan para ahlul
ilmi, Berdasarkan Firman Allah ta’ala,
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ ٱرْكَعُوا۟ وَٱسْجُدُوا۟ وَٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمْ
وَٱفْعَلُوا۟ ٱلْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ۩
“Hai orang-orang yang
beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77). Dan berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
ثُمَّ ارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا
“Kemudian rukuklah
sehingga kamu thuma’ninah dalam keadaan rukuk.”[6]
5. BANGKIT DAN
6. I’TIDAL DARI RUKU’
DALAM KEADAAN BERDIRI
Point yang ke 5 dan 6
ini dijadikan satu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ dalam hadits
orang yang shalat dengan buruk,
وَارْكَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ رَاكِعًا ثُمَّ ارْفَعْ
حَتَّى تَعْتَدِلَ قَائِمًا
“Rukuklah sehingga
kamu thuma’ninah dalam keadaan rukuk, kemudian bangkitlah sehingga kamu
beri’tidal dalam keadaan berdiri.”
7. SUJUD
Sujud di setiap
raka’at di kerjakan dua kali dan ini merupakan rukun-rukun shalat dengan
kesepakatan para ahlul ilmi. Berdasarkan Firman Allah subhanahu wa
ta’ala,
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ
ءَامَنُوا۟ٱرْكَعُوا۟ وَٱسْجُدُوا۟ وَٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمْ وَٱفْعَلُوا۟
ٱلْخَيْرَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ ۩
“Hai orang-orang yang
beriman, ruku’lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah
kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.” (Al-Hajj: 77).Dan berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada
laki-laki yang shalat dengan buruk,
ثُمَّ اسْجُدْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ سَاجِدًا
“Kemudian sujudlah
sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan sujud.” Sujud di setiap raka’at dikerjakan dua kali di atas tujuh
anggota badan yang disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhuma, dan di dalamnya,
أُمِرْتُ أَنْ أَسْجُدَ عَلَى سَبْعَةِ أَعْظُمٍ:
الْجَبْهَةِ ثُمَّ أَشَارَ بِيَدِهِ إِلَى أَنْفِهِ وَالْيَدَيْنِ
وَالرُّكْبَتَيْنِ وَأَطْرَافِ الْقَدَمَيْنِ
“Aku diperintahkan
untuk sujud di atas tujuh anggota badan; kening –dan beliau menunjuk dengan
tangan beliau ke hidung beliau-, dua tangan, dua lutut, dan ujung (jari) kedua
telapak kaki.”[7]
8. BANGKIT DARI SUJUD DAN
9. DUDUK DIANTARA DUA
SUJUD
Point yang ke 8 dan 9
ini dijadikan satu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ kepada
laki-laki yang shalat dengan buruk,
ثُمَّ ارْفَعْ حَتَّى تَطْمَئِنَّ جَالِسًا
“Kemudian bangunlah
sehingga kamu berthuma’ninah dalam keadaan duduk.” Dan duduk diantara dua sujud ini adalah rukun dari
rukun-rukun shalat sebagaimana sabda Nabi ﷺ diatas.
10. THUMA’NINAH DI SEMUA RUKUN
Thuma’ninah adalah tenang, yaitu tenang seukuran bacaan yang wajib di
setiap rukun. Dalilnya adalah karena Nabi ﷺ memerintahkan
laki-laki yang shalat dengan buruk agar melakukan thuma’ninah di
semua rukun shalat, dan karena beliau memerintahkannya mengulang shalatnya
manakala dia tidak thuma’ninah.
11. TASYAHUD AKHIR
Tasyahud akhir adalah
rukun dari rukun-rukun shalat yang bisa menjadi batal shalat seseorang jika ini
ia tinggalkan secara sengaja atau lupa. Berdasarkan ucapan Ibnu
Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,
كُنَّا نَقُولُ فِي الصَّلَاةِ قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ
عَلَيْنَا التَّشَهُّدَ: السَّلَامُ عَلَى اللهِ مِنْ عِبَادِهِ. فَقَالَ
النَّبِيُّ: لَا تَقُولُوا: السَّلَامُ عَلَى اللهِ وَلَكِنْ قُولُوا
التَّحِيَّاتُ لِله.
“Dahulu kami mengucapkan
sebelum tasyahud diwajibkan atas kami, ‘Salam kepada Allah dari
hamba-hambanya.’ Maka Nabiﷺ bersabda, Jangan kalian mengucapkan, ‘Salam kepada Allah
dari hamba-hamba-Nya. Akan tetapi ucapkanlah, ‘Segala penghormatan untuk
Allah.”[8]
Ucapan Ibnu Mas’ud, قَبْلَ أَنْ يُفْرَضَ ‘sebelum tasyahud diwajibkan ‘ menunjukkan
bahwa ia kemudian diwajibkan.
12. DUDUK UNTUK TASYAHUD AKHIR
Karena Nabi ﷺ melakukannya
dan selalu mengerjakannya. Beliau ﷺ bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian sebagaimana
kalian melihatku shalat.”[9]
13. SALAM
Jumhur ulama
berpendapat bahwa salam termasuk rukun dalam shalat kecuali Abu Hanifah yang
mengatakan, ‘Bahwa salam bukan termasuk rukun dalam shalat’. Berdasarkan sabda
Nabi ﷺ yang berbunyi,
وَتَحْلِيلُهَا التَسْلِيمُ
“Dan yang
menghalalkannya (penutupnya) adalah ucapan salam.”[10] Begitu juga hadits dari sahabat Aisyah berkata, ‘Bahwa
Nabi ﷺ menutup shalatnya dengan salam’. Lalu dia mengucapkan dengan
menoleh ke kanan, – ‘Semoga salam dan rahmat Allah terlimpahkan kepada
kalian’ dan menoleh ke kiri,
Adapun lafadz salam
yang afdhol dan yangdianjurkan adalah yang sempurna yaitu ASSALAAMU
‘ALAIKUM WA RAHMATULLAH ketika menoleh ke kanan atau ke kiri. Dan
boleh juga mengucapkan salam hanya ASSALAAMU ‘ALAIKUM hanya
saja hal ini kurang afdhol (utama).
14. TERTIB DALAM SEMUA RUKUN
Sebagaimana yang
diterangkan di atas, karena Nabi ﷺ melakukannya
secara berurutan, dan beliau ﷺ bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihatku shalat.” Nabi ﷺ mengajarkannya kepada laki-laki yang
shalat dengan buruk dan Nabi ﷺ bersabda, kata ‘Kemudian’ yang
menunjukkan kewajiban untuk berurutan.[11]
[1] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1117.
[2] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 735.
[3] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 793 dan Muslim, no. 397.
[4] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 61; Ibnu
Majah, no. 275; dan at-Tirmidzi, no. 3. Al-Albani berkata, “Hadits hasan
shahih.” Lihat Shahih Ibni Majah, no. 394.
[5] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 756 dan Muslim, no. 394.
[6] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 6251 dan Muslim, no. 397.
[7] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 809 dan Muslim, no. 490, 230, dan lafadz ini adalah milik
Muslim.
[8] Diriwayatkan oleh an-Nasai, 2/240 dan
dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa al-Ghalil, no. 319.
[9] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 631.
[10] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 61;
at-Tirmidzi, no. 3; dan Ibnu Majah, no. 275.
[11] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M]. Dengan sedikit penambahan. Wallahu A’lam
Posting Komentar untuk "Apa Saja Rukun-Rukun Shalat?"