Wajib-wajib Shalat ada
delapan, yang shalat menjadi batal bila ditinggalkan secara sengaja, dan wajib
ini menjadi gugur disebabkan lupa atau ketidaktahuan, tetapi ia wajib untuk
menggantikannya dengan sujud sahwi karena lupa. Maka beda antara wajib shalat
dengan rukun shalat adalah bahwa barang siapa yang lupa suatu rukun (shalat),
maka shalatnya tidak sah kecuali dengan melakukannya. Terkait perbedaan antara
syarat, rukun, dan wajib shalat yaitu, kalau syarat itu membahas apa saja yang
di luar ibadah, kalau rukun itu di dalam ibadah, dan kalau syarat itu
sifatnya mustamir (yakni harus selalu ada) dan batal jika
ditinggalkan baik (sengaja ataupun lupa), kalau rukun itu (tidak harus selalu
ada) dan batal jika ditinggalkan baik (sengaja ataupun lupa) sedangkan wajib,
kalau wajib dia sengaja ditinggalkan maka membatalkan ibadah tersebut tapi
kalau ia lupa maka dia harus sujud sahwi sebagai gantinya.
Intinya, barang siapa
yang lupa wajib (shalat), maka hendaknya bagi dia sujud sahwi cukup sebagai
gantinya. Jadi rukun-rukun shalat itu lebih ditekankan daripada wajib-wajib
shalat. Penjelasan wajib-wajib shalat adalah sebagai berikut:
1. SEMUA TAKBIR SELAIN
TAKBIRATUL IHRAM
Semua takbir
selain takbiratul ihram, yaitu yang disebut dengan takbiratul
intiqal (takbir pindahan) berdasarkan ucapan Ibnu Mas’ud radhiyallahu
‘anhu,
رَأَيْتُ رَسُولَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُكَبِّرُ فِي كُلِّ رَفْعٍ وَوَضْعٍ وَقِيَامٍ وَقُعُودٍ
“Aku melihat
Nabi ﷺ bertakbir
disetiap bangun (dari sujud) dan merunduk (untuk rukuk dan sujud), berdiri, dan
duduk.”[1] Nabi ﷺ selalu menjaganya sampai beliau wafat, dan
beliau ﷺ bersabda,
صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي
“Shalatlah kalian
sebagaimana kalian melihatku shalat.”
2. MENGUCAPKAN
SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH
Mengucapkan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ sami’allahu
liman hamidah (Allah
mendengar orang yang memujiNya) untuk imam dan munfarid (orang yang shalat
sendirian) berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,
كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ إِلَى الصَّلَاةِ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْكَعُ، ثُمَّ
يَقُولُ: سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ، حِينَ يَرْفَعُ صُلْبَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ
ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمٌ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
“Rasullah ﷺ bertakbir saat berdiri untuk shalat, kemudian beliau
bertakbir saat rukuk. Kemudian beliau bertakbir saat rukuk. Kemudian
mengucapkan, سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَه (Allah
mendengar orang yang memujiNya) saat mengangkat punggungnya dari rukuk.
Kemudian mengucapkan saat berdiri, ‘Wahai Tuhan kami, dan bagiMu segala puji.”[2]
3. MENGUCAPKAN RABBANA WA
LAKAL HAMDU
Mengucapkan رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ rabbana
wa lakal hamdu (Wahai
Tuhan kami, dan bagiMu segala pujian) hal ini untuk makmum saja.
Adapun untuk imam dan orang yang shalat sendirian disunnahkan bagi keduanya
untuk menggabungkan keduanya, berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu
‘anhu diatas dan berdasarkan hadits Abu Musa radhiyallahu
‘anhu, di dalamnya tercantum,
وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ
“Bila imam
mengucapkan, سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَه (Allah memdengar orang yang memujiNya). Maka
ucapkanlah, رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْد (Wahai Tuhan kami, bagiMu segala pujian).[3]
4. MENGUCAPKAN SUBHAANA
RABBIYAL ‘ADZHIM
Mengucapkan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ subhaana
rabbiyal adzhim (Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung), do’a ini sesekali dibaca saat rukuk. Berdasarkan ucapan
Hudzaifah dalam haditsnya,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
فِي رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيْمِ
“Dahulu beliau
yakni Nabi ﷺ mengucapkan
dalam rukuk beliau, (subhaana rabbiyal ‘adzhim) (Mahasuci Tuhanku yang
Mahaagung).”[4].
Dan disunnahkan menambah tasbih yakni bacaan doa ini dengan tiga kali bacaan.
5. MENGUCAPKAN SUBHAANA
RABBIYAL A’LAA
Mengucapkan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى subhaana rabbiyal a’laa (Mahasuci
Tuhanku Yang Mahatinggi), do’a ini dibaca saat sujud. Berdasarkan
ucapan Hudzaifah dalam haditsnya,
كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ
وَفِي سُجُودِهِ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى
“Dahulu Nabi ﷺ mengucapkan dalam sujud beliau, (subhaana rabbiyal a’laa)
(Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi).”[5].
Dan disunnahkan menambah tasbih yakni bacaan doa ini dengan tiga kali bacaan.
6. MENGUCAPKAN RABBIGH
FIRLII
Mengucapkan رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي rabbigh firlii
‘Wahai Tuhanku, ampunilah aku’ diantara dua sujud sujud, hal ini berdasarkan hadits Hudzaifah bahwa Nabi ﷺ mengucapkan
diantara dua sujud,
رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي
“Wahai Tuhanku,
ampunilah aku, wahai Tuhanku, ampunilah aku.”[6].
7. TASYAHUD AWAL
Tasyahud awal bagi
selain makmum yang imamnya bangkit karena lupa, karena dalam kondisi ini dia
tidak wajib tasyahud karena kewajiban mengikuti imam, karena Nabi ﷺ ketika lupa
tasyahud pertama, maka beliau tidak kembali kepadanya, namun beliau menambahnya
dengan sujud sahwi.[7]
Adapun bacaan tasyahud
awal adalah,
التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ
السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ
السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ
“Segala pujian
milik Allah’, dan kesejahteraan serta segala kebaikan, semoga kesejahteraan
atasmu wahai Nabi ﷺ, juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Dan
semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kita, dan hamba-hamba Allah yang
shalih, saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah semata dan
saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya.”
8. DUDUK UNTUK TASYAHUD
AWAL
Duduk untuk tasyahud
awal, berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang
marfu’,
إِذَ قَعَدْتُمْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَقُولُوا:
اَلتَّحِيَّاتُ لِله
“Jika kalian duduk
pada setiap rakaat, maka ucapkanlah (Segala penghormatan milik Allah).”[8].
Dan berdasarakan hadits Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu ‘anhu,
فَإِذَ جَلَسْتَ فِي وَسْطِ الصَّلَاةِ فَاطْمَئِنَّ،
وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ اليُسْرَى، ثُمَّ تَشَهَّد
“Jika kamu duduk
ditengah shalat, maka duduklah dengan thuma’ninah, bentangkan paha kirimu (di
atas lantai, -yakni duduk iftirasy-) kemudian bertasyahudlah.”[9][10].
[1] Diriwayatkan oleh an-Nasai, 2/205; dan
at-Tirmidzi, no. 253, beliau berkata, “Hasan shahih.” Dishahihkan oleh
al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 208.
[2] Diriwayatkan oleh Muslim, 1/293, no. 28.
[3] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 404 dan
Ahmad, 4/399.
[4] Diriwayatkan oleh imam hadits yang lima;
diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 874; at-Tirmidzi, no. 262, beliau berkata,
“Hasan shahih”; An-Nasai 1/172; dan Ibnu Majah, no. 987; dishahihkan oleh
al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai, no. 1097.
[5] Diriwayatkan oleh imam hadits yang lima;
diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 874; at-Tirmidzi, no. 262, beliau berkata,
“Hasan shahih”; An-Nasai 1/172; dan Ibnu Majah, no. 987; dishahihkan oleh
al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai, no. 1097.
[6] Diriwayatkan oleh an-Nasai, 1/172 dan Ibnu
Majah, no. 897, dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, no.
335.
[7] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh
al-Bukhari, no. 1230 dan Muslim, no. 570.
[8] Diriwayatkan oleh Ahmad, 1/437; dan
an-Nasai, 1/174; dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, no.
336.
[9] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 856,
dihasankan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, no. 337.
[10] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M]. Dengan sedikit penambahan. Wallahu A’lam
Posting Komentar untuk "Apa Saja Wajib-Wajib Shalat?"