Apa Saja Wajib-Wajib Shalat?

Wajib- Wajib Shalat

Wajib-wajib Shalat ada delapan, yang shalat menjadi batal bila ditinggalkan secara sengaja, dan wajib ini menjadi gugur disebabkan lupa atau ketidaktahuan, tetapi ia wajib untuk menggantikannya dengan sujud sahwi karena lupa. Maka beda antara wajib shalat dengan rukun shalat adalah bahwa barang siapa yang lupa suatu rukun (shalat), maka shalatnya tidak sah kecuali dengan melakukannya. Terkait perbedaan antara syarat, rukun, dan wajib shalat yaitu, kalau syarat itu membahas apa saja yang di luar ibadah, kalau rukun itu di dalam ibadah, dan kalau syarat itu sifatnya mustamir (yakni harus selalu ada) dan batal jika ditinggalkan baik (sengaja ataupun lupa), kalau rukun itu (tidak harus selalu ada) dan batal jika ditinggalkan baik (sengaja ataupun lupa) sedangkan wajib, kalau wajib dia sengaja ditinggalkan maka membatalkan ibadah tersebut tapi kalau ia lupa maka dia harus sujud sahwi sebagai gantinya.

Intinya, barang siapa yang lupa wajib (shalat), maka hendaknya bagi dia sujud sahwi cukup sebagai gantinya. Jadi rukun-rukun shalat itu lebih ditekankan daripada wajib-wajib shalat. Penjelasan wajib-wajib shalat adalah sebagai berikut:

1.     SEMUA TAKBIR SELAIN TAKBIRATUL IHRAM

Semua takbir selain takbiratul ihram, yaitu yang disebut dengan takbiratul intiqal (takbir pindahan) berdasarkan ucapan Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu,

رَأَيْتُ رَسُولَ الله صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُ فِي كُلِّ رَفْعٍ وَوَضْعٍ وَقِيَامٍ وَقُعُودٍ

“Aku melihat Nabi  bertakbir disetiap bangun (dari sujud) dan merunduk (untuk rukuk dan sujud), berdiri, dan duduk.”[1] Nabi selalu menjaganya sampai beliau wafat, dan beliau bersabda,

صَلُّوا كَمَا رَأَيْتُمُونِي أُصَلِّي

“Shalatlah kalian sebagaimana kalian melihatku shalat.”

2.     MENGUCAPKAN SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH

Mengucapkan سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ sami’allahu liman hamidah (Allah mendengar orang yang memujiNya) untuk imam dan munfarid (orang yang shalat sendirian) berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu,

كَانَ رَسُولُ الله صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُكَبِّرُ حِينَ يَقُومُ إِلَى الصَّلَاةِ، ثُمَّ يُكَبِّرُ حِينَ يَرْكَعُ، ثُمَّ يَقُولُ: سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ، حِينَ يَرْفَعُ صُلْبَهُ مِنْ الرَّكْعَةِ ثُمَّ يَقُولُ وَهُوَ قَائِمٌ: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ

Rasullah  bertakbir saat berdiri untuk shalat, kemudian beliau bertakbir saat rukuk. Kemudian beliau bertakbir saat rukuk. Kemudian mengucapkan, سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَه (Allah mendengar orang yang memujiNya) saat mengangkat punggungnya dari rukuk. Kemudian mengucapkan saat berdiri, ‘Wahai Tuhan kami, dan bagiMu segala puji.[2]

3.     MENGUCAPKAN RABBANA WA LAKAL HAMDU

Mengucapkan رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ rabbana wa lakal hamdu (Wahai Tuhan kami, dan bagiMu segala pujian) hal ini untuk makmum saja. Adapun untuk imam dan orang yang shalat sendirian disunnahkan bagi keduanya untuk menggabungkan keduanya, berdasarkan hadits Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu diatas dan berdasarkan hadits Abu Musa radhiyallahu ‘anhu, di dalamnya tercantum,

وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ الله لِمَنْ حَمِدَهُ فَقُولُوا: رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ

Bila imam mengucapkan, سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَه  (Allah memdengar orang yang memujiNya). Maka ucapkanlah, رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْد  (Wahai Tuhan kami, bagiMu segala pujian).[3]

4.     MENGUCAPKAN SUBHAANA RABBIYAL ‘ADZHIM

Mengucapkan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ  subhaana rabbiyal adzhim (Mahasuci Tuhanku Yang Mahaagung), do’a ini sesekali dibaca saat rukuk. Berdasarkan ucapan Hudzaifah dalam haditsnya,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ فِي رُكُوعِهِ: سُبْحَانَ رَبِّيَ العَظِيْمِ

Dahulu beliau yakni Nabi  mengucapkan dalam rukuk beliau, (subhaana rabbiyal ‘adzhim) (Mahasuci Tuhanku yang Mahaagung).[4]. Dan disunnahkan menambah tasbih yakni bacaan doa ini dengan tiga kali bacaan.

5.     MENGUCAPKAN SUBHAANA RABBIYAL A’LAA

Mengucapkan سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى  subhaana rabbiyal a’laa (Mahasuci Tuhanku Yang Mahatinggi), do’a ini dibaca saat sujud. Berdasarkan ucapan Hudzaifah dalam haditsnya,

كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى الله عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ وَفِي سُجُودِهِ: سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى

Dahulu Nabi  mengucapkan dalam sujud beliau, (subhaana rabbiyal a’laa) (Mahasuci Tuhanku yang Mahatinggi).[5]. Dan disunnahkan menambah tasbih yakni bacaan doa ini dengan tiga kali bacaan.

6.     MENGUCAPKAN RABBIGH FIRLII

Mengucapkan رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي  rabbigh firlii ‘Wahai Tuhanku, ampunilah aku’ diantara dua sujud sujud, hal ini berdasarkan hadits Hudzaifah bahwa Nabi mengucapkan diantara dua sujud,

رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي

Wahai Tuhanku, ampunilah aku, wahai Tuhanku, ampunilah aku.[6].

7.     TASYAHUD AWAL

Tasyahud awal bagi selain makmum yang imamnya bangkit karena lupa, karena dalam kondisi ini dia tidak wajib tasyahud karena kewajiban mengikuti imam, karena Nabi ketika lupa tasyahud pertama, maka beliau tidak kembali kepadanya, namun beliau menambahnya dengan sujud sahwi.[7]

Adapun bacaan tasyahud awal adalah,

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

Segala pujian milik Allah’, dan kesejahteraan serta segala kebaikan, semoga kesejahteraan atasmu wahai Nabi , juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Dan semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kita, dan hamba-hamba Allah yang shalih, saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah semata dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya.”

8.     DUDUK UNTUK TASYAHUD AWAL

Duduk untuk tasyahud awal, berdasarkan hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu yang marfu’,

إِذَ قَعَدْتُمْ فِي كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَقُولُوا: اَلتَّحِيَّاتُ لِله

Jika kalian duduk pada setiap rakaat, maka ucapkanlah (Segala penghormatan milik Allah).”[8]. Dan berdasarakan hadits Rifa’ah bin Rafi’ radhiyallahu ‘anhu,

فَإِذَ جَلَسْتَ فِي وَسْطِ الصَّلَاةِ فَاطْمَئِنَّ، وَافْتَرِشْ فَخِذَكَ اليُسْرَى، ثُمَّ تَشَهَّد

Jika kamu duduk ditengah shalat, maka duduklah dengan thuma’ninah, bentangkan paha kirimu (di atas lantai, -yakni duduk iftirasy-) kemudian bertasyahudlah.[9][10].



[1] Diriwayatkan oleh an-Nasai, 2/205; dan at-Tirmidzi, no. 253, beliau berkata, “Hasan shahih.” Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi, no. 208.

[2] Diriwayatkan oleh Muslim, 1/293, no. 28.

[3] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 404 dan Ahmad, 4/399.

[4] Diriwayatkan oleh imam hadits yang lima; diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 874; at-Tirmidzi, no. 262, beliau berkata, “Hasan shahih”; An-Nasai 1/172; dan Ibnu Majah, no. 987; dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai, no. 1097.

[5] Diriwayatkan oleh imam hadits yang lima; diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 874; at-Tirmidzi, no. 262, beliau berkata, “Hasan shahih”; An-Nasai 1/172; dan Ibnu Majah, no. 987; dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai, no. 1097.

[6] Diriwayatkan oleh an-Nasai, 1/172 dan Ibnu Majah, no. 897, dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, no. 335.

[7] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1230 dan Muslim, no. 570.

[8] Diriwayatkan oleh Ahmad, 1/437; dan an-Nasai, 1/174; dishahihkan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, no. 336.

[9] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 856, dihasankan oleh al-Albani dalam Irwa’ al-Ghalil, no. 337.

[10] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M]. Dengan sedikit penambahan. Wallahu A’lam 



Posting Komentar untuk "Apa Saja Wajib-Wajib Shalat?"