Shalat gerhana merupakan
amalan yang diperintahkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya. Shalat
Gerhana bisa juga disebut dengan Shalat Kusuf dan Shalat Gerhana itu ada dua:
Shalat Gerhana matahari dan Shalat Gerhana bulan. Adapun penjelasan lebih
jelasnya sebagaimana berikut,
DEFINISI KUSUF DAN
HIKMAHNYA
Kusuf adalah
terhalangnya cahaya salah satu dari dua benda yang bersinar -bulan dan
matahari- dengan sebab yang tidak biasa. Kusuf dan Khusuf bermakna sama. Allah
subhanahu wa ta’ala mengadakannya dalam rangka memberikan rasa takut kepada
hamba-hambaNya agar mereka kembali kepadaNya, sebagaimana Nabi ﷺ bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ
لَا يَنْكَسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ وَلَكِنَّ اللَّهَ تَعَالَى
يُخَوِّفُ بِهَا عِبَادَهُ
“Sesungguhnya matahari
dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak
mengalami gerhana karena kematian atau kehidupan seseorang, akan tetapi dengan
keduanya Allah memberikan rasa takut kepada hamba-hambaNya.”[1][1]
HUKUM DAN DALIL SHALAT
GERHANA
Shalat Kusuf
hukumnya wajib, sebagaimana dinyatakan oleh Abu Awanah dalam Shahihnya,
dan diceritakan dari Imam Abu Hanifah, dan diberlakukan oleh Imam Malik
sebagaimana pelaksanaan shalat Jum’at.
Imam Ibnu Qayyim
al-Jauziyyah rahimahullah menguatkan pendapat yang menyatakan
bahwa ia wajib, dan dia didukung oleh Imam Ibnu Utsaimin rahimahullah. Hal
itu karena Nabi ﷺ memerintahkannya. Beliau keluar untuk
melaksanakannya dalam keadaan takut, dan mengabarkan bahwa kusuf itu memberikan
rasa takut kepada para hamba (sebagai peringatan dari Allah subhanahu
wa ta’ala).[2][2]
WAKTU SHALAT GERHANA
Waktunya dimulai sejak
terjadinya gerhana sampai ia berlalu, berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
إذا رأيتم شيئا من ذلك فصلوا حتى ينجلي
“Bila kalian melihat
sesuatu dari gerhana itu, maka shalatlah sampai ia (matahari atau bulan)
terlihat.”[3][3]
TATA CARA DAN BACAAN
DALAM SHALAT GERHANA
Caranya, shalat dua
rakaat dengan bacaan Jahr -di siang hari (untuk gerhana
matahari) atau di malam hari (untuk gerhana bulan)-, di rakaat pertama membaca
al-Fatihah dan surat yang panjang, kemudian rukuk panjang kemudian bangkit
darinya, lalu mengucapkan tasmi’ (sami’allahu liman hamidah)
dan bertahmid dan tidak sujud, akan tetapi membaca al-Fatihah lagi
dan surat panjang namun lebih pendek daripada yang pertama, kemudian rukuk lalu
bangun dari rukuk, kemudian sujud dua kali sujud yang panjang, kemudian
melanjutkan shalat pada rakaat kedua seperti rakaat pertama, hanya saja ia
lebih pendek daripada yang sebelumnya, kemudian bertasyahud dan salam,
berdasarkan ucapan Jabir radhiyallahu ‘anhu,
كَسَفَتْ الشَّمْسُ عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي يَوْمٍ شَدِيدِ الْحَرِّ فَصَلَّى رَسُولُ اللَّهِ
صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِأَصْحَابِهِ فَأَطَالَ الْقِيَامَ حَتَّى
جَعَلُوا يَخِرُّونَ ثُمَّ رَكَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ رَفَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ رَكَعَ
فَأَطَالَ ثُمَّ رَفَعَ فَأَطَالَ ثُمَّ سَجَدَ سَجْدَتَيْنِ ثُمَّ قَامَ فَصَنَعَ
نَحْوًا مِنْ ذَاكَ فَكَانَتْ أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ وَأَرْبَعَ سَجَدَاتٍ
“Terjadi gerhana
matahari di zaman Rasulullah ﷺ pada hari yang
panas terik menyengat. Lalu beliau shalat mengimami para sahabat beliau, beliau
memperlama berdiri sehingga mereka mulai tertunduk (kecapekan), kemudian beliau
rukuk lalu memperlama rukuknya, kemudian bangkit lalu memperlama berdirinya,
kemudian rukuk lalu memperlama rukuknya, kemudian bangkit lalu memperlama
berdirinya, kemudian sujud dengan dua sujud, kemudian berdiri (pada rakaat
kedua) lalu beliau melakukan seperti yang beliau lakukan sebelumnya, sehingga
jumlahnya adalah empat rukuk dan empat sujud.”[4][4]
Imam disunnahkan
menasihati kaum Muslimin setelah shalat gerhana, dan memberi peringatan kepada
mereka agar tidak lalai dan tertipu oleh dunia, serta memerintahkan mereka agar
memperbanyak doa dan istighfar, berdasarkan perbuatan Nabi ﷺ. Sungguh
beliau ﷺ telah berkhutbah sesudah shalat, dan
bersabda,
إِنَّ الشَّمْسَ وَالْقَمَرَ آيَتَانِ مِنْ آيَاتِ اللَّهِ
لَا يَخْسِفَانِ لِمَوْتِ أَحَدٍ وَلَا لِحَيَاتِهِ فَإِذَا رَأَيْتُمْ ذَلِكَ
فَادْعُوا اللَّهَ وَكَبِّرُوا وَصَلُّوا وَتَصَدَّقُوا
“Sesungguhnya matahari
dan bulan adalah dua tanda dari tanda-tanda kebesaran Allah. Keduanya tidak
mengalami gerhana disebabkan kematian seseorang dan tidak pula kehidupannya.
Lalu bila kalian melihat gerhana tersebut, maka berdoalah kepada Allah,
bertakbirlah, shalat dan bersedekahlah.”[5][5]
Bila shalat sudah
selesai sebelum gerhana tersingkap, maka shalat Kusuf (gerhananya)
itu tidak perlu diulang, akan tetapi cukup dengan berdzikir dan memperbanyak
doa, berdasarkan sabda Nabi ﷺ,
فَصَلُّوا وَادْعُوْا حَتَّى يُكْشَفَ مَا بِكُمْ
“Shalatlah dan
berdoalah sehingga disingkaplah gerhana yang terjadi pada kalian.”
Hadits ini menunjukkan
bahwa bila seseorang telah mengucapkan salam dari shalat sebelum gerhana
tersingkap, maka hendaklah dia menyibukkan diri dengan berdo’a. Sedangkan bila
gerhana sudah tersingkap sempurna, sementara dia masih berada di dalam shalat,
maka dia menyelesaikannya dengan ringan tanpa memutuskan shalat.[6]
[1] Muttafaq ‘alaih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari, no. 1048 dan
Muslim, no. 911.
[2] Lihat Fath al-Bari, Ibnu Hajar, 2/612;
ash-Shalah, Ibnu Qayyim al-Jauziyah, hal. 15; dan asy-Syarh al-Mumti, Syaikh
Muhammad bin Shalih al-Utsaimin, 4/237-238.
[3] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 915.
[4] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 904.
[5] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 1044.
[6] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M].
Posting Komentar untuk "Shalat Gerhana: Hukum, Tata Cara dan Waktunya"