Tata Cara Sholat Yang Benar Lengkap dan Sesuai Sunnah Nabi

Tata Cara Sholat. Membahas tentang tata cara shalat ini merupakan pembahasan yang sangat dicari oleh umat Islam, juga merupakan pembahasan yang penting bagi kaum Muslimin dan Muslimah. Dan sebelum kita masuk atau beranjak kepada pembahasan kita kali ini (tentang tata cara sholat), saya akan membahas sedikit tentang definisi sholat.

Sholat secara bahasa (etimologi) adalah doa dan secara syariat istilah (terminologi) adalah ibadah yang terdiri dari ucapan-ucapan (bacaan-bacaan) dan perbuatan-perbuatan khusus, yang diawali dengan takbir dan diakhiri dengan salam. Adapun tata cara sholat adalah sebagai berikut:

BERSUCI

Apabila hendak melakukan sholat, seorang muslim diwajibkan untuk bersuci terlebih dahulu dari hadats kecil maupun hadats besar. Hadats besar dapat hilang dengan melakukan mandi jinabat, sedangkan hadats kecil akan hilang dengan melakukan wudhu. Hendaklah ia menyempurnakan wudhu’nya sebagaimana wudhu Nabi ﷺ. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

Baca juga: Tata Cara Wudhu Yang Benar Lengkap Sesuai Sunnah Nabi ﷺ

SUTRAH (PENGHALANG/PEMBATAS)

Ia memulai dengan menjadikan sesuatu sebagai sutrah (penghalang/pembatas) di mana ia sholat dengannya.[1] Hal ini dilakukan apabila ia menjadi imam atau ia sholat sendirian (tinggi sutrah minimal 46,2 cm, lihat kitab al-Qaulul Mubin fi Akhtaail Mushallin). Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MELURUSKAN SHAFF/BARISAN

Kemudian apabila menjadi imam, hendaklah ia menoleh ke kanan seraya berkata, “Istawuu[2] (luruskan),” dan menoleh ke kiri seraya mengucapkan, “Istawuu (luruskanlah).” Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

BERDIRI DAN NIAT DI DALAM HATI

Kemudian ia menghadapkan seluruh badannya ke Kiblat[3], dan berniat dengan hatinya untuk mengerjakan shalat yang ia kehendaki.

Tidak boleh melafazhkan niatnya dengan mengucapkan “Ushalli Lillaahicshalaata kadza wa kadza…. (saya niat karena Allah untuk shalat anu.anu…),” karena melafazhkan niat itu bid’ah (mengada-ada dalam urusan agama). Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

TAKBIRATUL IHRAM

Kemudian melakukan takbiratul ihraam, yakni mengucapkan: اللهُ أكْبَرُ “Allah Mahabesar.”

Kedua tangan diangkat dengan merapatkan jari-jemari dan dibentangkan (tidak mengepal). Kedua telapak tangannya dihadapkan ke kiblat, dan diangkat setinggi bahu atau sejajar dengan kedua daun telinganya.[4]

Nabi ﷺ mengeraskan bacaan takbiratul ibram hingga didengar oleh orang yang berada dibelakangnya. Beliau terkadang mengangkat tangannya bersamaan dengan ucapan takbiratul ihram, terkadang pula setelahnya, dan kadang-kadang sebelumnya. Jika beliau menjadi imam, maka orang yang makmum di belakang beliau pun mengıkuti takbirnya dengan mengucapkan, “Allaahu Akbar:” Dan ketika tegak berdiri, pandangan matanya beliau arahkan ke tempat sujudnya.[5] Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MEMBACA DO’A IFTITAH

Kemudian beliau diam sebentar untuk kemudian membaca do’a ittitah. Di antara do’a iftitah yang diriwayatkan dari beliau ialah:

اللَّهُمَّ بَاعِدْ بَيْنِي وَبَيْنَ خَطَايَايَ كَمَا بَاعَدْتَ بَيْنَ الْمَشْرِقِ وَالْمَغْرِبِ اللَّهُمَّ نَقِّنِي مِنْ خَطَايَايَ كَمَا يُنَقَّى الثَّوْبُ الْأَبْيَضُ مِنْ الدَّنَسِ اللَّهُمَّ اغْسِلْنِي مِنْ خَطَايَايَ بِالْمَاءِ وَالثَّلْجِ وَالْبَرَدِ

“ALLAAHUMMA BAA’ID BAINII WABAINA KHATHAYAAYA KAMAA BAA’ADTA BAINAL MASYRIQI WAL MAGHRIB, ALLAAHUMMA NAQQINII MIN KHOTHAAYAAYA KAMAA YUNAQQATS TSAUBUL ABYADHU MINAD DANAS, ALLAAHUMMAGH SIL NII MIN KHATHAAYAAYA BIILMAA’I WATSTSALJ WALBARAD”

Ya Allah, jauhkanlah aku antara diriku dengan kesalahan-kesalahanku, sebagaimana Engkau menjauhkan antara timur dan barat. Ya Allah, bersihkanlah aku dari kesalahan-kesalahanku, sebagaimana pakaian putih dibersihkan dari kotoran. Ya Allah, cucilah aku dari kesalahan-kesalahanku dengan salju, air, dan embun.[6]

Terkadang beliau membaca doa iftitah berikut ini:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ وَبِحَمْدِكَ وَتَبَارَكَ اسْمُكَ وَتَعَالَى جَدُّكَ وَلَا إِلَهَ غَيْرَكَ

“SUBHANAKA ALLAHUMMA WA BIHAMDIKA WA TABARAKAS-MUKA WA TA ‘ALA JADDUKA WA LA ILAHA GHAIRAKA”

Mahasuci Engkau, ya Allah, aku memuji-Mu, Mahaberkah nama-Mu, Mahatinggi kekayaan dan kebesaran-Mu, tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar selain Engkau.[7]

Terkadang pula dengan bacaan:

اللَّهُمَّ رَبَّ جَبْرَائِيلَ وَمِيكَائِيلَ وَإِسْرَافِيلَ فَاطِرَ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ عَالِمَ الْغَيْبِ وَالشَّهَادَةِ أَنْتَ تَحْكُمُ بَيْنَ عِبَادِكَ فِيمَا كَانُوا فِيهِ يَخْتَلِفُونَ اهْدِنِي لِمَا اخْتُلِفَ فِيهِ مِنْ الْحَقِّ بِإِذْنِكَ إِنَّكَ تَهْدِي مَنْ تَشَاءُ إِلَى صِرَاطٍ مُسْتَقِيمٍ

“ALLAHUMMA RABBA JABRAA`IIL WA MIIKAA`IIL WA ISRAAFIIL FAATHIRAS SAMAAWAATI WAL ARDLI ‘AALIMAL GHAIBI WASY SYAHAADAH ANTA TAHKUMU BAINA ‘IBAADIKA FIIMAA KAANUU FIIHI YAKHTALIFUUN IHDINII LIMA UKHTULIFA FIIHI MINAL HAQQI BIIDZNIKA INNAKA TAHDII MAN TASYAA`U ILAA SHIRAATHIN MUSTAQIIM”

Ya Allah, Rabb malaikat Jibril, Mika`il, dan Israfil. Maha Pencipta langit dan bumi, Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Engkaulah hakim di antara hamba-hamba-Mu tentang apa yang mereka perselisihkan, tunjukilah aku jalan keluar yang benar dari perselisihan mereka, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi petunjuk kepada jalan yang lurus, bagi siapa yang Engkau kehendaki.[8]

Terkadang pula dengan doa yang lain, yang diriwayatkan dari beliau ﷺ. Yang utama adalah, seseorang membaca satu doa iftitah tersebut di satu waktu, dan membaca doa iftitah yang lainnya di waktu yang lain. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

ISTI’ADZAH (MOHON PERLINDUNGAN)

Kemudian membaca isti’aadzah (mohon perlindungan) kepada Alalh dari syaithan yang terkutuk, dengan ucapan:

أَعُوذُ بِاللهِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيْمِ مِنْ هَمْزِهِ وَنَفْخِهِ وَنَفْثِهِ

“Aku berlindung kepada Allah dari syaitan yang terkutuk, dari gilaannya, kesombongannya, dan syairnya yang tercela.”[9] Atau dengan ucapan:

أَعُوذُ بِاللهِ السَّمِيْعِ الْعَلِيْمِ مِنَ الشَّيْطَانِ الرَّجِيِمِ.

“Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui darı syaitan yang terkutuk.”[10] Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MEMBACA BASMALAH

Kemudian membaca basmalah dengan mengucapkan:

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ

BISMILLAHIR RAHMAANIR RAHIIM

“Dengan Nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang.”[11]

Nabi ﷺ mensirkan (tidak mengeraskan) bacaan basmalahnya[12], dan tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa beliau terus-menerus mengeraskan basmalahnya. Akan tetapi beliau terkadang memperdengarkannya kepada makmum dengan bacaan yang sir, yakni tidak terlalu mengeraskannya, sehingga bacaan basmalah beliau tidak akan terdengar kecuali oleh orang yang dekat saja. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MEMBACA SURAT AL-FATIHAH

Kemudian membaca surat al-Fatihah, yaitu:*

بِسْمِ ٱللَّهِ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ ٱلْعَٰلَمِينَ ٱلرَّحْمَٰنِ ٱلرَّحِيمِ مَٰلِكِ يَوْمِ ٱلدِّينِ إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ ٱهْدِنَا ٱلصِّرَٰطَ ٱلْمُسْتَقِيمَ صِرَٰطَ ٱلَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ ٱلْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا ٱلضَّآلِّينَ

Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 2. Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. 3. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. 4. Yang menguasai di Hari Pembalasan. 5. Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan. 6. Tunjukilah kami jalan yang lurus. 7. (yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.

Nabi ﷺ berhenti pada setiap akhir ayat,[13] tidak menyambungkan bacaan ayat yang satu dengan ayat setelahnya. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MENGUCAPKAN “AAMIIN”

Setelah membaca al-Faatihah, Nabi ﷺ mengucapkan “aamiin” dengan keras pada shalat Jahriyyah, diikuti oleh makmum hingga masjid bergema. Setelah membaca al-Faatihah, beliau diam sebentar. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

Baca juga Kumpulan Bacaan Sholat Secara Lengkap (Arab dan Artinya)

MEMBACA SALAH SATU SURAT ATAU AYAT DARI AL-QUR-AN

Kemudian beliau ﷺ membaca sebagian dari al-Quran. Terkadang beliau membaca satu surat secara lengkap dalam setiap raka’at, dan inilah yang umumnya beliau lakukan. Terkadang beliau membaca satu surat saja yang diselesaikan dalam dua raka’at. Dan kadang-kadang beliau hanya membaca sebagian ayat saja dari satu surat dalam al-Quran.

Beliau membaca surat tersebut dengan cara berhenti pada setiap akhir ayat, tidak menyambungkan suatu ayat dengan ayat berikutnya.

Nabi ﷺ membaca al-Faatihah dan surat yang dibaca setelahnya dengan keras pada shalat Shubuh, dan pada dua raka’at pertama dari shalat Maghrib dan ‘Isya’. Sedangkan pada shalat Zhuhur dan ‘Ashar, beliau mensirkannya.

Setelah selesai membaca surat dari al-Qur-an, beliau berhenti sejenak, sekira-kira nafasnya kembali tenang, sebelum beliau ruku’. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MELAKUKAN RUKU’

Kemudian beliau mulai ruku’, diawali dengan membaca takbir sambil mengangkat kedua tangan setinggi bahu atau ujung kedua daun telinganya (seperti pada takbiratul ihram).

Kemudian makmum di belakang beliau mengikutinya dengan membaca takbir dan mengangkat tangan mereka. Hal ini dilakukan pula bila seseorang shalat sendirian. Inilah yang ditunjukkan oleh as-Sunnah. Jangan mengikuti pendapat orang yang melarang untuk mengangkat tangan (sebelum ruku), karena riwayat yang mensunnahkan mengangkat tangan sudah masyhur.

Dalam ruku’nya, beliau ﷺ membungkukkan punggungnya dengan meratakannya. Kepalanya juga rata dengan punggungnya (tidak mendongak, tidak juga terlalu menunduk). Seandainya wadah berisi air diletakkan di punggungnya, niscaya wadah itu akan diam (tidak tumpah).

Beliau memantapkan (telapak) kedua tangannya pada kedua lututnya, dengan bertumpu pada keduanya, sedangkan jari-jemarinya dibentangkan tidak dikepalkan). Beliau menjauh (merenggangkan) kedua tangannya dari pinggangnya.

Terkadang beliau melamakan ruku’nya. Beliau mengingkari orang yang menyepelekan rukun-rukun shalat. Beliau pun melarang orang yang (ruku’nya atau sujudnya) seperti burung gagak yang mematuk makanan, (karena saking gerakan shalatnya terlalu cepat, tidak thuma’ninah).

Rasulullah ﷺ memerintahkan agar mengagungkan Rabb (Allah) pada ruku’, dan beliaupun mensyari’atkan tasbih padanya, dengan membaca:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ (٣×)

“SUBHAANA RABBIYAL ‘AZHIIM”

“Mahasuci Rabb-ku Yang Mahaagung.”[14] Tiga kali atau lebih.

Terkadang beliau membaca:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ وَبِحَمْدِهِ (٣×)

“SUBHAANA RABBIYAL ‘AZHIIM”

“Mahasuci Rabb-ku Yang Mahaagung. Aku memuji-Nya.”[15] Tiga kali.

Terkadang pula beliau membaca:

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

“SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALAAIKATI WARRUKH”

“Mahasuci Engkau dan Mahabersih (dari apa yang disifatkan oleh orang-orang musyrik), Rabb para Malaikat dan Ruh (Jibril).”[16]

Rasulullah ﷺ pun suka membaca dzikir-dzikir dan do’a ruku’ selain yang tersebut di atas. Rasulullah – melarang membaca al-Quran pada ruku dan sujud. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MENGANGKAT KEPALA DARI RUKU’

Kemudian beliau mengangkat kepalanya dari ruku, seraya mengangkat kedua tangannya sejajar kedua dengan bahu atau daun telinganya, sambil membaca:

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

“SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH”

“Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya.”[17]

Ini beliau baca ketika menjadi imam atau shalat sendiri. Kemudian setelah berdiri tegak dengan sempurna, beliau membaca:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ

‘’RABBANAA WA LAKAL HAMDU”

“Wahai Rabb kami, hanya bagi-Mu-lah segala puji.”[18]

Terkadang beliau mengucapkan:

رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِ وَمِلْءَ الْأَرْضِ وَمِلْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَعْدُ

“RABBANAA LAKAL HAMDU MIL-AS SAMAWAATI WA MIL-AL ARDHI WA MIL-A MAA SYI’TA MIN SYAY-IN BA’DU

“Wahai Rabb kami, hanya bagi-Mu-lah segala puji, sepenuh langit dan sepenuh bumi, serta sepenuh segala sesuatu yang Engkau kehendaki setelah itu.”[19]

Terkadang beliau menambahkan dengan bacaan:

أَهْلُ الثَّنَاءِ وَالْمَجْدِ أَحَقُّ مَا قَالَ الْعَبْدُ وَكُلُّنَا لَكَ عَبْدٌ, اللهُمَّ لَا مَانِعَ لَمَا أَعْطَيْتَ وَلَا مُعْطِيَ لِمَا مَنَعْتَ وَلَا يَنْفَعُ ذَا الْجَدِّ مِنْكَ الْجَدُّ

“AHLUTS TSANAA’I WAL MAJDI AHAQQU MAA QOOLAL A’BDU WA KULLUNAA LAKA ‘ABDUN, ALLAHUMMA LAA MAANI’A LIMAA A’THOYTA WA LAA MU’THIYAA LIMAA MANA’TA WA LAA YANFA’U DZAL JADDI MINKAL JADDU”

“(Engkau-lah) pemilik segala sanjungan dan kemuliaan. (ltulah) perkataan yang palıng hak diucapkan oleh seorang hamba, dan setiap (orang) dari kami adalah hamba-Mu. Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan, dan tidak ada yang dapat memberikan apa yang Engkau cegah. Tidak berguna kekayaan dan kemuliaan bagi pemiliknya dari (adzab)-Mu.”[20]

Nabi ﷺ tidak mensyari’atkan makmum untuk mengucapkan:

سَمِعَ اللَّهُ لِمَنْ حَمِدَهُ

“SAMI’ALLAHU LIMAN HAMIDAH”

“Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya.”

Makmum hanya cukup mengucapkan tahmid (seperti bacaan rabbanaa lakal hamdu). Dan ini dilakukan setelah mereka tegak berdiri dengan sempurna. Rasulullah ﷺ bersabda:

وَإِذَا قَالَ: سَمِعَ اللهُ لِمَنْ حَمِدَهُو فَقُولُوا: رَبَّنَا وَلَكَ الْحَمْدُ.

“Apabila (imam) mengucapkan sami allaahu liman hamidah (Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya), maka ucapkanlah oleh kalian (wahai para makmum): Rabbana walakal hamdu (Wahai Rabb kami, hanya bagi-Mu-lah segala pujı).”[21]

Tidak ada dalil yang mendukung pendapat bahwa seorang makmum disyarı’atkan membaca sami’allaahu liman hamidah (Allah Maha Mendengar orang yang memuji-Nya). Kemudian meletakkan telapak tangan kanannya di atas punggung telapak tangan kirinya, atau di atas pergelangan tangannya, atau di atas hastanya, seperti yang ia lakukan ketika berdiri sebelum ruku.[22]

Rasulullah ﷺ suka melamakan rukun ini, sehingga seorang (Sahabat) berkata, “Beliau telah lupa. Beliau pun mengıngkari orang yang meringan-ringankan rukun ini (sehingga tidak thuma-ninah). Sebaliknya, beliau menyuruh thuma-ninah pada rukun ini, dan memerintahkan orang itu untuk tidak tergesa-gesa. Beliau melarang makmum untuk mendahului imam dalam mengangkat kepala (dari ruku’). Rasulullah ﷺ mengancam orang yang mengangkat kepalanya sebelum imam dengan ancaman bahwa Allah akan mengubah wajahnya dengan wajah keledai.[23] Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MEMBACA TAKBIR DAN TURUN SUJUD

Kemudian membaca takbir dan turun sujud.[24] Mengangkat tangan ketika akan turun sujud tidak diriwayatkan dari Nabi ﷺ. Bahkan Ibnu Umar berkata, “Nabi tidak melakukan yang demikian itu mengangkat tangan) ketika akan sujud.” Padahal bisa saja beliau melakukannya sekali atau dua kali untuk menjelaskan kebolehan mengangkat tangan ketika akan sujud, (namun tidak ada riwayat yang menerangkan bahwa beliau melakukannya).[25]

Apabila turun sujud, beliau ﷺ mendahulukan kedua lututnya sebelum kedua tangannya. [Namun dalam keterangan lain dibolehkan tangan dahulu atau lutut dahulu]. Lalu beliau sujud dengan tujuh anggota badannya, yakni wajahnya, kedua tangannya, kedua lututnya, dan ujung-ujung jari kedua telapak kakInya. Beliau memantapkan (menekankan) dahi dan hidungnya ke bumi (tempat sujud).[26]. Beliau mengangkat kedua hastanya menjauh dari lantai. Beliau pun merenggangkan kedua lengan atasnya dari lambungnya,[27] dan menjauhkan perutnya dari kedua pahanya. Nabi pun tidak merapatkan kedua paha dengan kedua betisnya.

Nabi ﷺ menegakkan kedua telapak kakinya seraya bertumpu pada keduanya.[28] Lalu jari-jemari kedua kakinya itu beliau hadapkan ke arah kiblat,[29] dengan menempelkan bagian dalam jari-jemari kakinya ke bumi.

Beliau ﷺ bertumpu pada kedua telapak tangan yang dibentangkan di atas lantai (tidak dikepalkan), dan jari-jemari tangannya dirapatkan (tidak direnggangkan). Kedua telapak tangan itu beliau hadapkan ke arah kiblat. Beliau letakkan keduanya di atas bumi sejajar dengan kedua bahunya,[30] atau setentang dahinya, atau sejajar dengan kedua daun telinganya.[31] Ketiga cara ini termasuk Sunnah (dicontohkan Nabi ﷺ).

Nabi ﷺ melarang orang yang membentangkan (menghamparkan) kedua hastanya menempel di bumi (tempat sujud), seperti yang biasa dilakukan anjing.[32]

Dalam sujudnya beliau ﷺ membaca:

سُبْحَانَ رَبِّيَ الْأَعْلَى (٣×)

“SUBHAANA RABBIYAL A’LAA”

Mahasuci Rabbku Yang Mahatinggi. (Tiga kali atau lebih).[33]

Disukai membaca:

سُبْحَانَكَ اللَّهُمَّ رَبَّنَا وَبِحَمْدِكَ اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي

“ALLAHUMMA RABBANAA WABIHAMDIKA, ALLAHUMMAGHFIRLII”

Mahasuci Engkau Ya Allah, Rabb kami, dan dengan memuji-Mu. Ya Allah, ampunilah aku.[34]

Beliau ﷺ pun suka membaca:

سُبُّوحٌ قُدُّوسٌ رَبُّ الْمَلَائِكَةِ وَالرُّوحِ

“SUBBUUHUN QUDDUUSUN RABBUL MALAAIKATI WARRUKH”

“Mahasuci Engkau dan Mahabersih (dari apa yang disifatkan oleh orang-orang musyrik), Rabb para Malaikat dan Ruh (Jibril).”[35]

Nabi ﷺ memberikan motivasi agar memperbanyak do’a ketika sujud.[36] Namun beliau melarang membaca al-Qur-an pada ruku’ dan sujud. Beliau pun melarang tergesa-gesa dalam sujud. Sebaliknya, beliau memerintahkan agar thuma’ninah padanya.[37] Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

DUDUK DIANTARA DUA SUJUD

Kemudian beliau ﷺ mengangkat kepalanya seraya bertakbir, lalu duduk di antara dua sujud.[38] Dan terkadang Nabi mengangkat kedua tangannya bersamaan dengan takbir tersebut.[39] Nabi ﷺ duduk iftirasy, yakni dengan membentangkan kaki yang kiri, dan beliau duduk di atasnya.

Sementara telapak kaki kanannya beliau tegakkan (seperti posisi telapak kaki ketika sujud), Adapun kedua tangannya beliau letakkan di kedua pahanya, seraya membentangkan jari-jemarinya (tidak dikepalkan), Terkadang Nabi ﷺ duduk lqaa,[40] yakni dengan menegakkan kedua tumit dan punggung kedua telapak kakinya, (lalu beliau duduk diatas kedua tumit tersebut). Tidak diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau berisyarat dengan telunjuknya ketika duduk ini. Padahal bisa saja Nabi melakukannya sekali atau dua kali, jika memang hal ini dibolehkan.

Pada duduk di antara dua sujud ini beliau membaca:

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِي وَارْحَمْنِي وَاجْبُرْنِي وَارْفَعْنِي وَاهْدِنِي وَعَافِنِي وَارْزُقْنِي

“RABBIGHFIR LII WARHAMNII WAJBURNII WARFA’NII WAHDINII WA’AFINII WARZUQNII”

Ya Allah, ampunilah aku, kasihanilah aku, tunjukkanlah aku, sehatkanlah aku dan anugerahkanlah aku rezeki.[41]

Terkadang beliau membaca:

رَبِّ اغْفِرْ لِي رَبِّ اغْفِرْ لِي

“RABBIGHFIRLI, RABBIGHFIRLI”

Ya Rabbku, ampunilah aku. Ya Rabbku, ampunilah aku.[42]

Rasulullah ﷺ suka memanjangkan rukun ini, sehingga ada yang berkata, “Beliau lupa.” Dan Nabi melarang meringan-ringankan rukun ini (sehingga tidak thuma’ninah).[43] Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

SUJUD UNTUK KEDUA KALINYA

Kemudian beliau sujud untuk kedua kalinya seraya bertakbir. Beliau melakukan sujud kedua ini sebagaimana yang beliau lakukan pada sujud yang pertama.

Sampai di sini, maka sempurnalah satu raka’at. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

BANGKIT SERAYA BERTAKBIR

Kemudian beliau bangkit seraya bertakbir sambil bertumpu pada kedua lututnya, bukan bertumpu pada lantai.[44] Kemudian beliau melakukan raka’at kedua sebagaimanna raka’at pertama, hanya saja tanpa takbiratul ihram, tanpa do’a iftitah, dan tanpa membaca ta’ awwudz.[45]

Tidak ada riwayat yang menyebutkan bahwa Nabi ﷺ melakukan duduk istirahat setelah raka’at pertama atau setelah raka’at ketiga, kecuali di akhir hayat beliau.[46] Dan ini bisa saja terjadi. (Pada masalah ini ada berbagai penafsiran)

Pada raka’at kedua ini, beliau melakukan hal yang serupa dengan apa yang beliau lakukan pada raka’at yang pertama, hanya saja lebih ringkas.[47] Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

DUDUK UNTUK TASYAHHUD AWAL

Setelah raka’at kedua selesai, beliau duduk untuk tasyahhud awal. Ini beliau lakukan jika shalat yang dikerjakan adalah shalat yang memılikı dua tasyahhud, seperti Zhuhur, ‘Ashar, Maghrib dan ‘Isya. Pada tasyahhud awal ini beliau duduk iftirasy seperti pada duduk di antara dua sujud.[48]

Kemudian beliau membaca tasyahhud awal, yakni:

التَّحِيَّاتُ لِلَّهِ وَالصَّلَوَاتُ وَالطَّيِّبَاتُ السَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ السَّلَامُ عَلَيْنَا وَعَلَى عِبَادِ اللَّهِ الصَّالِحِينَ أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ

“ATTAHIYAATULILLAH WA ASH SHALAWATU WATH THAYYIBAT ASSALAAMU ALAIKA AYYUHANNABIYU WA RAHMATULLAHI WA BARAKAATUHU ASSALAAMU ‘ALAINA WA ‘ALA ‘IBAADILLAHISH SHAALIHIINA ASYHADU AN LAA ILAAHA ILLAALLAHU WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAN ‘ABDUHU WA RASUULUH”

Segala pujian milik Allah’, dan kesejahteraan serta segala kebaikan, semoga kesejahteraan atasmu wahai Nabi ﷺ, juga rahmat Allah dan barakah-Nya. Dan semoga kesejahteraan terlimpahkan kepada kita, dan hamba-hamba Allah yang shalih, saya bersaksi bahwa tiada sesembahan yang hak selain Allah semata dan saya bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan rasul-Nya.[49, 50]

Nabi ﷺ membentangkan telapak tangan kirinya di atas paha kirinya, dan beliau mengepalkan seluruh jari-jemari tangan kanannya.

Beliau berisyarat dengan telunjuknya ketika menyebut (Nama) Allah Ta’ala atau ketika membaca dua kalimat syahadat.[51] Kadang-kadang beliau melipat (menggenggamkan) jari manis dan kelingkingnya, lalu menyentuhkan ujung jari tengah dengan ujung ibu jarinya sehingga membentuk lingkaran,[52] sementara telunjuknya diangkat.[53]

Beliau melarang duduk seperti anjing, dengan melekatkan pantat ke lantai, sementara kedua betis ditegakkan, dan kedua tangannya diletakkan di lantai. Inilah duduk iq’aa’ yang dilarang.[54] [Bedakan dengan duduk iq’aa’ yang dibolehkan pada duduk di antara dua sujud].

Rasulullah ﷺ meringankan duduk tasyahhud awal, seakan-akan beliau duduk di atas batu yang panas (tidak berlama-lama). Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

BANGKIT UNTUK RAKA’AT KETIGA

Kemudian beliau bangkit untuk raka’at ke tiga seraya bertakbir. Dalam bangkitnya, beliau bertumpu pada lututnya, tidak pada lantai.[55]

Kemudian (pada raka’at ketiga atau keempat), beliau hanya membaca surat al-Faatihah saja, dan tidak membaca ayat apa pun setelahnya, karena tidak diriwayatkan dari Nabi ﷺ bahwa beliau membaca ayat (atau surat yang lain) pada dua raka’at terakhir (setelah tasyahhud awal).

Kemudian beliau melakukan raka’at keempat, sebagaimana beliau melakukan raka’at ketiga. Beliau melakukan raka’at ketiga dan keempat ini lebih ringan daripada raka’at pertama dan kedua. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

TASYAHHUD AKHIR

Setelah melakukan raka’at keempat (pada shalat Zhuhur, ‘Ashar atau Isya’), atau setelah raka’at ketiga pada shalat Maghrib, dan setelah raka’at kedua (seperti pada shalat Shubuh, Jum’at dan shalat dua hari raya), maka beliau duduk untuk tasyahhud akhir. Pada tasyahud akhir ini, Nabi ﷺ membaca bacaan pada tasyahud awal, kemudian dilanjutkan dengan membaca shalawat untuk Nabi ﷺ. Bacaan shalawat ini ialah:

اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ اللَّهُمَّ بَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيمَ إِنَّكَ حَمِيدٌ مَجِيدٌ

“ALLAHUMMA SHALLI ‘ALAA MUHAMMAD WA ‘ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA SHALLAITA ‘ALAA IBRAAHIM WA ‘ALAA AALII IBRAAHIM INNAKA HAMIIDUM MAJIID. ALLAAHUMMA BAARIK ‘ALAA MUHAMMAD WA’ALAA AALI MUHAMMAD KAMAA BAARAKTA ‘ALAA IBRAAHIM WA ‘ALAA ‘AALI IBRAHIIMA INNAKA HAMIIDUM MAJIID”

Ya Allah berilah shalawat kepada Muhammad dan kepada keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi shalawat kepada Ibrahiim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Mahamulia. Ya Allah berilah barakah kepada Muhammad dan keluarga Muhammad sebagaimana Engkau telah memberi barakah kepada Ibrahim dan keluarga Ibrahim, sesungguhnya Engkah Maha Terpuji dan Mahamulia.[56]

Pada tasyahhud akhir ini, terkadang Nabi duduk tawarruk,[57] yakni dengan menempelkan pantat kiri ke lantai dan mengeluarkan tapak kaki kiri dari satu arah, sedemikian rupa sehingga kaki kiri beliau berada di bawah paha dan betisnya yang kanan, sementara itu telapak kaki kanannya ditegakkan. Terkadang Nabi pun duduk iftirasy (seperti pada tasyahhud awal).

Nabi ﷺ memegang lutut kirinya dengan telapak tangan kirinya seraya menahan beban tubuh dengannya.[58] Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

MOHON PERLINDUNGAN KEPADA ALLAH DARI EMPAT PERKARA

Setelah selesai membaca tasyahhud akhir, maka beliau mohon perlindungan kepada Allah dari empat perkara. Beliau membaca:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عَذَابِ جَهَنَّمَ وَمِنْ عَذَابِ الْقَبْرِ وَمِنْ فِتْنَةِ الْمَحْيَا وَالْمَمَاتِ وَمِنْ شَرِّ فِتْنَةِ الْمَسِيحِ الدَّجَّالِ

“ALLAHUMMA INNI A’UUDZUBIKA MIN ‘ADZAABI JAHANNAMA WAMIN ‘ADZAABIL QABRI WAMIN FITNATIL MAHYAA WAL MAMAAT WAMIN SYARRI FITNATIL MASIIHID DAJJAL”

Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari siksa Jahannam, siksa kubur, fitnah hidup dan mati, serta keburukan fitnah al-Masih ad-Dajjal.[59] Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

BERDO’A UNTUK DIRINYA SENDIRI SEBELUM SALAM

Kemudian Nabi ﷺ berdo’a untuk dirinya sendiri sebelum salam. Sebagaimana doa yang beliau ﷺ syariatkan adalah:

 اللَّهُمَّ إِنِّي ظَلَمْتُ نَفْسِي ظُلْمًا كَثِيرًا وَلَا يَغْفِرُ الذُّنُوبَ إِلَّا أَنْتَ فَاغْفِرْ لِي مَغْفِرَةً مِنْ عِنْدِكَ وَارْحَمْنِي إِنَّكَ أَنْتَ الْغَفُورُ الرَّحِيمُ

“Ya Allah, aku telah banyak berbuat aniaya terhadap diriku dan tidak ada yang dapat mengampuni dosa kecuali engkau, maka ampunilah dosaku dengan ampunan dari sisi-Mu, dan rahmatilah aku, sesungguhnya Engkau Maha Pemberi ampun dan Maha Pengasih.”[60]

Doa beliau ﷺ yang lain:

 اللَّهُمَّ حَاسِبْنِي حِسَابًا يَسِيرًا

“Ya Allah hisablah aku (perhitungkanlah amalku) dengan hisab yang ringan.”[61]

Nabi ﷺ pun suka memohon Surga kepada Allah, dan mohon perlindungan dari Neraka. Masih ada do’a yang lainnya, yang datang dari Nabi ﷺ. Kemudian tata cara sholat yang selanjutnya adalah,

DI AKHIRI SHALATNYA DENGAN SALAM

Nabi ﷺ mengakhiri shalatnya dengan salam. Maka Nabi ﷺ memalingkan wajahnya ke kanan seraya mengucapkan:

اَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ.

“Kesejahteraan dan rahmat Allah semoga tercurah atas kalian.”

Beliau memalingkan wajahnya ke kanan hingga terlihat pipinya yang putih. Demikian pula ketika memalingkan wajahnya ke kiri, maka terlihatlah pipi kirinya yang putih.

Diriwayatkan pula bahwa Rasulullah ﷺ menambahkan bacaan salamnya [yang pertama] dengan ucapan:

وَبَرَكَاتُهُ

“Dan keberkahan-Nya.”[62]

Namun riwayat ini hanya satu hadits. Barang kali beliau menambahkan ucapan wa barakaatuh itu hanya sekali saja untuk menerangkan kebolehan bacaan tersebut. Wallahu A’lam

_____________________

Keterangan:

1). HR. Al-Bukhari.

2). Silsilah ash-Shahiihah-Mukhtasharah (no. 3955).

3). Muttafaq alaih.

4). Muttafaq alaih.

5). HR. Al-Baihaqi dan al-Hakim dan beliau menshahihkannya

6). HR. Al-Bukhari, Muslim, an-Nasai, dan selainnya.

7). HR. Abu Dawud. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ, halaman 93.

8). HR. Muslim dan Abu ‘Awanah.

9). HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, dan ad-Daruquthni. Dishahihkan okeh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

10). HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifat Shalaatin Nabi ﷺ.

11). Muttafaq ‘alaih.

12). Muttafaq ‘alaih.

* Basmalah yang tertulis ini adalah basmalah yang dibaca sir (lihat point 8), jadi basmalah ini tidak dibaca dua kali.

13). HR. Abu Dawud (no. 4001). Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Irwaa-ul Ghaliil, awwalul Kitaab.

14).HR. Ahmad, Ibnu Majah, Abu Dawud, dan ad-Daruquthni. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Misykaatul Mashaabiih (no.881 [14]).

15). HR. Abu Dawud. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

16). HR. Muslim.

17). Muttafaq ‘alaih.

18). HR. Muslim.

19). HR. Muslim.

20). HR. Muslim.

21). Muttafaq alaih.

** Berbeda dengan pendapat Syaikh al-Albani, dimana beliau mensyari’atkannya.

22). Adapun Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ membawakan dalil bolehnya menjulurkan tangan ke bawah.

23). Muttafaq ‘alaih.

24). HR. Abu Ya’la dan Ibnu Khuzaimah. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

25). Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ menyebutkan dalil bahwa Nabi ﷺ pernah melakukannya.

26). HR. Abu Dawud dan at-Tirmidzi, dan at-Tirmidzi menshahihkannya.

27). HR. Abu Dawud. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

28). HR. Al-Baihaqi. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

29). HR. Al-Bukhari.

30). HR. At-Tirmidzi, ia menshahihkannya.

31). HR. Abu Dawud dan an-Nasa-i. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

32). Muttafaq alaih.

33). HR. Ahmad dan Ibnu Khuzaimah.

34). Muttafaq ‘alaih.

35). HR. Muslim.

36). HR. Muslim.

37). HR. Abu Ya’la. Dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ, Syaikh al-Albani mengatakan bahwa hadits ini dishahihkan oleh Ibnu Khuzaimah.

38). Muttafaq ‘alaih.

39). HR. Ahmad dan Abu Dawud. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

40). HR. Muslim.

41). HR. Abu Dawud, at-Tirmidzi, Ibnu Majah, al-Hakim, dan ia menshahihkannya. Lihat Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

42). HR. Ibnu Majah. Dishahihkan oleh Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

43). HR. Abu Dawud dan al-Hakim, dan ia menshahihkannya. Lihat Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

44). Syaikh al-Albani dalam Shifatu Shalaatin Nabi – menyebutkan dalil bahwa Nabi melakukannya sambil bertumpu pada lantai.

45). HR. Muslim.

46). HR. AI-Bukhari dan Abu Dawud.

47). HR. Muslim dan Ahmad.

48). HR. Al-Bukhari.

49). Muttafaq ‘alaih.

50). Syaikh al-Albani menjelaskan dalam Shifatu Shalaatin Nabi bahwa disyari’atkan juga membaca shalawat untuk Nabi pada tasyahhud awal.

51). Syaikh al-Albani menjelaskan dalam Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ (hal. 158), bahwa disunnahkan menggerak-gerakkan jarı telunjuk terus-menerus sejak awal hingga akhir tasyahhud. Juga pada tasyahhud akhir hingga salam.

52). HR. Abu Dawud dan Ibnu Hibban dalam Shahiih-nya. Lihat Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

53). Mengarahkan pandangannya ke jari telunjuk [HR. Muslim, Abu Awanah, dan lbnu Khuzaimah]. Lihat Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

54). HR. Ath-Thayalisi, Ahmad, dan Ibnu Abi Syaibah. Lihat Shifatu Shalaatin Nabi ﷺ.

55). Lihat gambar 22 dan 23 berikut penjelasannya.

56). Muttafaq ‘alaih.

57). HR. Al-Bukhari.

58). HR. Muslim.

59). HR. Muslim.

61). HR. Ahmad dan al-Hakim, dan disepakati oleh adz-Dzahabi.

62). HR Abu Dawud dan Ibnu Khuzaimah dengan sanad yang shahih.

[Disalin dari kitab ‘Shifatu Shalaatin Nabiyyi minat Takbiiri ilat Taslim’ Penyusun Abdullah bin Abdurrahman al-Jibriin Penerbit Darul Wathan, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Meneladani Shalat Nabi ﷺ’ Penerjemah Ade Ichwan Ali, Penerbit Pustaka Ibnu Umar].

Wallahu A’lam

Posting Komentar untuk "Tata Cara Sholat Yang Benar Lengkap dan Sesuai Sunnah Nabi"