Tauhid Kunci Kebahagian. Tauhid merupakan masalah yang sangat urgen. Karenanya, Allah subhanahu wa ta’ala menciptakan makhluk-Nya, mengutus para utusan-Nya, menurunkan kitab-kitab-Nya, mensyariatkan jihad, dan membelah manusia menjadi dua golongan; satu golongan di Surga dan satu golongan lainnya di Neraka, dan Allah tidak menerima amal hamba kecuali jika dibangun di atas tauhid.
Jika memang demikian pentingnya tauhid maka mencurahkan jerih payah untuk menjelaskan masalah ini kepada umat sangatlah mendesak, lebih dari segala kebutuhan umat lainnya. Bagaimana tidak, kehinaan yang dialami oleh umat sekarang ini tidak lain adalah dosa-dosa mereka sendiri yang mengabaikan hak Allah, khususnya mewujudkan konsekuensi tauhid dan berserah diri hanya kepada-Nya.
Tidak diragukan bahwa jika pondasi utama ini telah diabaikan maka masalah lainnya akan lebih diabaikan. Sebab, barangsiapa meremehkan pondasi maka akan lebih meremehkan lainnya. Seorang yang mau mencermati dengan saksama keadaan generasi salaf dahulu, niscaya dia akan mendapati bahwa segala kejayaan yang mereka peroleh adalah karena mereka telah mewujudkan tauhid.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ مِنكُمْ وَعَمِلُوا۟ ٱلصَّـٰلِحَـٰتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِى ٱلْأَرْضِ كَمَا ٱسْتَخْلَفَ ٱلَّذِينَ مِن قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ ٱلَّذِى ٱرْتَضَىٰ لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُم مِّنۢ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًۭا ۚ يَعْبُدُونَنِى لَا يُشْرِكُونَ بِى شَيْـًۭٔا ۚ وَمَن كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ فَأُو۟لَـٰٓئِكَ هُمُ ٱلْفَـٰسِقُونَ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. Mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, maka mereka itulah orang-orang yang fasik. (QS. an-Nur [24]: 55).[1]
Maka hendaknya seorang Muslim untuk memprioritaskan dan mencurahkan tenaganya pertama kali untuk mempelajari tauhid. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَىٰكُمْ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (QS. Muhammad [47]: 19).
Berikut ini penjelasan singkat tentang makna dan hakikat tauhid, macam-macamnya, keutamaan-keutamaannya, dan syarat-syaratnya. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan kita termasuk ahli tauhid dan penegak tauhid di muka bumi ini hingga ajal menjemput kita.
MAKNA PENGERTIAN TAUHID
Tauhid secara bahasa adalah masdar dari kata (وَحَّدَ-يُوَحِّدُ-تَوْحِيْدًا) yang berarti mengesakan.[2]
Adapun secara istilah, tauhid berarti mengesakanAllah dan tidak menyekutukan-Nya dalam hal-hal yang menjadi kekhususan Allah subhanahu wa ta’ala.
Atau dengan kata lain, tauhid adalah keyakinan yang bulat tentang keesaan Allah dengan mengesakan-Nya saja dalam rububiyyah, ibadah, serta nama-nama dan sifat-sifat-Nya yang mulia.[3]
Baca juga Pengertian Tauhid dan Pembagiannya
MACAM-MACAM TAUHID
Berdasarkan penelitian yang saksama terhadap dalil-dalil Alquran dan hadis Nabi ﷺ, para ulama menyimpulkan bahwa tauhid terbagi menjadi tiga:
1. Tauhid Rububiyyah
2. Tauhid Uluhiyyah
3. Tauhid Asma wa Sifat
Agar semakin jelas, kami akan memaparkan lebih luas macam-macam tauhid ini:
1. Tauhid Rububiyyah
Baca juga Pengertian Tauhid Rububiyyah
Tauhid rububiyyah adalah menyakini dengan sebenar-benarnya bahwa Allah subhanahu wa ta’ala adalah satu-satunya pencipta, penguasa, pemberi rezeki, menghidupkan, mematikan, dan sebagainya. Diantara dalil tentang tauhid rububiyyah adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
إِنَّ ٱللَّهَ لَهُۥ مُلْكُ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ ۖ يُحْىِۦ وَيُمِيتُ ۚ وَمَا لَكُم مِّن دُونِ ٱللَّهِ مِن وَلِىٍّۢ وَلَا نَصِيرٍۢ
Sesungguhnya kepunyaan Allah-lah kerajaan langit dan bumi. Dia menghidupkan dan mematikan. Dan sekali-kali tidak ada pelindung dan penolong bagimu selain Allah. (QS. at-Taubah [9]: 116).
Tauhid ini diyakini oleh semua orang, baik muslim maupun kafir, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلَئِن سَأَلْتَهُم مَّنْ خَلَقَ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضَ لَيَقُولُنَّ ٱللَّهُ ۚ قُلِ ٱلْحَمْدُ لِلَّهِ ۚ بَلْ أَكْثَرُهُمْ لَا يَعْلَمُونَ
Dan sesungguhnya jika kamu tanyakan kepada mereka: “Siapakah yang menciptakan langit dan bumi?” Tentu mereka akan menjawab: “Allah”. Katakanlah: “Segala puji bagi Allah”; tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui. (QS. Luqman [31]: 25).
Tidak ada yang mengingkarinya kecuali orang yang sombong saja, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَجَحَدُوا۟ بِهَا وَٱسْتَيْقَنَتْهَآ أَنفُسُهُمْ ظُلْمًۭا وَعُلُوًّۭا ۚ فَٱنظُرْ كَيْفَ كَانَ عَـٰقِبَةُ ٱلْمُفْسِدِينَ
Dan mereka mengingkarinya karena kezaliman dan kesombongan (mereka) padahal hati mereka meyakini (kebenaran)nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat kebinasaan. (QS. an-Naml [27]: 14).
Oleh karena itu, perlu diperhatikan bahwa sekadar meyakini tauhid rububiah belumlah memasukkan seorang ke dalam Islam sehingga dia mengimani tauhid uluhiah, bahkan ini memang merupakan konsekuensinya, sebagaimana firman Allah subhanahu wa ta’ala:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS al-Baqarah [2]: 21).
Yakni sebagaimana kalian meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala yang menciptakan kalian, maka hendaknya kalian hanya beribadah kepada-Nya saja. Tidakkah kalian merasa takut untuk menjadikan sekutu bagi Allah subhanahu wa ta’ala dalam ibadah padahal kalian meyakini bahwa Allah subhanahu wa ta’ala yang menciptakan dan mematikan?!!
2. Tauhid Uluhiyyah
Baca juga Pengertian Tauhid Uluhiyyah
Tauhid Uluhiyah adalah memurnikan segala macam ibadah hanya untuk Allah subhanahu wa ta’ala semata, baik ibadah lisan, hati, dan anggota badan. Tauhid inilah yang berisi kandungan Lā ilāha illa Allāh yang berarti tidak ada sembahan yang berhak untuk diibadahi kecuali Allah saja. Maka tidak boleh menyerahkan ibadah seperti doa, menyembelih, nazar, dan lain-lain kepada selain Allah sekalipun dia adalah malaikat atau nabi. Di antara dalil tauhid ini adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala yang selalu dibaca oleh kaum muslimin dalam shalat mereka:
إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ
Hanya Engkaulah yang kami sembah, dan Hanya kepada Engkaulah kami meminta pertolongan.[4].
Al-Syaikh Abdurrahman al-Sa’di rahimahullah berkata dalam menafsirkan ayat di atas, “Yakni kita mengkhususkan-Mu saja dengan ibadah dan istianah (memohon pertolongan), karena mendahulukan objek menunjukkan pembatasan, seakan-akan dia mengatakan ‘kami beribadah kepada-Mu, kami meminta pertolongan kepada-Mu dan tidak meminta kepada selain-Mu’.”[5].
Tauhid inilah yang menjadi pertempuran antara para nabi dan kaumnya. Dan inilah hakikat tauhid yang sesungguhnya. Karena tauhid inilah, Allah menciptakan manusia, mengutus para nabi dan rasul, menurunkan kitab-Nya. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ ۖ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu” (QS. al-Nahl [16]: 36). Tauhid jenis inilah pembeda antara muslim dan kafir dan inilah hakikat tauhid yang sesungguhnya.
3. Tauhid Asma dan Sifat
Baca juga Pengertian Tauhid Asma Wa Sifat
Tauhid Asma dan Sifat adalah mengimani asma (nama) dan sifat Allah yang telah disebutkan Al-Qur’an dan Hadits yang shahih tanpa tahrif (pengubahan), ta’til (pengingkaran), takyif (penggambaran hal/keadaannya), maupun tamsil (penyerupaan).
Di antara dalil yang menunjukkan tentang sifat ini adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala:
وَلِلَّهِ ٱلْأَسْمَآءُ ٱلْحُسْنَىٰ فَٱدْعُوهُ بِهَا ۖ وَذَرُوا۟ ٱلَّذِينَ يُلْحِدُونَ فِىٓ أَسْمَـٰٓئِهِۦ ۚ سَيُجْزَوْنَ مَا كَانُوا۟ يَعْمَلُونَ
Hanya milik Allah al-asmā al-husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut al-asma al-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan. (QS. al-A’ raf [7]: 180).
لَيْسَ كَمِثْلِهِۦ شَىْءٌۭ ۖ ُ
Dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat. (QS. al-Syura [42]: 11).
“PEMBAGIAN TAUHID” BIDAH?
Perlu diketahui bahwa pembagian tauhid menjadi tiga di atas bukanlah perkara baru (baca: bidah) seperti anggapan sebagian kalangan apalagi menyerupai agama trinitas[6], melainkan pembagian ini berdasarkan istiqra (penelitian terhadap dalil). Hal ini persis dengan pembagian para ulama ahli bahasa yang membagi kalimat menjadi tiga: isim, fiil, dan huruf.[7].
Bahkan, bagi orang yang mau mencermatinya, banyak sekali ayat-ayat yang menggabung tiga macam tauhid ini, seperti firman Allah subhanahu wa ta’ala:
رَّبُّ ٱلسَّمَـٰوَٰتِ وَٱلْأَرْضِ وَمَا بَيْنَهُمَا فَٱعْبُدْهُ وَٱصْطَبِرْ لِعِبَـٰدَتِهِۦ ۚ هَلْ تَعْلَمُ لَهُۥ سَمِيًّۭا
Rabb (yang menguasai) langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh-hatilah dalam beribadah kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia (yang patut disembah)? (QS. Maryam [19]:65).
Firman-Nya “Rabb (yang menguasai) langit dan bumi serta apa yang ada di antara keduanya” menunjukkan tauhid rububiyah.
“Maka sembahlah Dia dan berteguh-hatilah dalam beribadah kepada-Nya” menunjukkan tauhid uluhiyah.
“Apakah kamu mengetahui sesuatu yang serupa dengan-Nya” menunjukkan tauhid asma dan sifat.[8].
Demikian pula dalam ayat yang paling agung di Al-Quran yaitu Ayat Kursi (yakni QS al-Baqarah [2]: 255, Ed.); di mana ayat tersebut memuat suatu pelajaran berharga dan penjelasan tuntas tentang tiga macam tauhid di atas serta mengandung penjelasan tentang tauhid yang mungkin tidak terkumpul dalam ayat lainnya. Al-Syaikh al-Sa’di rahimahullah berkata, “Ayat ini mengandung tentang tauhid ilahiah (uluhiyyah), tauhid rububiyyah, dan tauhid asma dan sifat. Juga menunjukkan tentang keluasan kerajaan Allah dan keluasan ilmu-Nya, keagungan-Nya, dan ketinggian-Nya di atas semua makhluk. Ayat ini merupakan akidah dalam asma dan sifat Allah, mengandung seluruh asma dan sifat yang mulia.[9].
Lebih dari itu, jika kita jeli, surat bernomor urut satu dalam Al-Quran (yakni al-Fâtihah) mengandung tiga jenis tauhid ini, juga akhir surat dalam Al-Quran (yakni al-Nās); seakan-akan hal itu mengisyaratkan kepada kita bahwa kandungan Al-Quran adalah tiga jenis tauhid ini.[10]. Hikmah lainnya adalah sebagaimana kata al-Syaikh Hammad al-Ansari rahimahullah, “Allah membuka kitab-Nya dengan surat al-Fātihah yang berisikan pentingnya tauhid dan menutup kitab-Nya dengan surat al-Nās yang berisikan pentingnya tauhid. Hikmahnya adalah ‘wahai sekalian manusia, sebagaimana kalian hidup di atas tauhid maka wajib atas kalian mati di atas tauhid’.”[11].
Baca juga Pembagian Tauhid
Demikian juga, banyak ucapan para ulama salaf yang menunjukkan pembagian ini, seandainya kami menukilnya niscaya akan memakan banyak halaman majalah ini.[12].
Dengan penjelasan ini, jelaslah bagi kita bahwa pembagian tauhid ini adalah sah dan bukan seperti sangkaan sebagian kalangan bahwa ini adalah bidahnya Wahhabi.[13].
KEUTAMAAN TAUHID
Baca juga Keutamaan Tauhid
Urgensi tauhid dan keutamaan serta buah manisnya sangatlah banyak tak terhingga.[14]. Cukuplah bahwa tauhid adalah sebab semua kebaikan di dunia dan akhirat. Menakjubkanku ucapan Syaikhul-Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah tatkala mengatakan, “Barang siapa mencermati keadaan alam semesta, niscaya dia akan mendapati bahwa semua kebaikan di muka bumi faktor penyebabnya adalah mentauhidkan Allah dan ibadah kepada-Nya serta menaati Rasul-Nya. Dan segala keburukan di alam semesta, fitnah, dan bencana serta serangan musuh dan sebagainya, faktornya adalah menyelisihi rasul dan ibadah kepada selain Allah.”[15].
Berikut ini akan kami paparkan beberapa keistimewaan (keutamaan) tauhid. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mencurahkan ilmu yang bermanfaat bagi kita semua:
- Tauhid merupakan pondasi semua amalan
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman memberikan sebuah perumpamaan[16]:
أَلَمْ تَرَ كَيْفَ ضَرَبَ ٱللَّهُ مَثَلًۭا كَلِمَةًۭ طَيِّبَةًۭ كَشَجَرَةٍۢ طَيِّبَةٍ أَصْلُهَا ثَابِتٌۭ وَفَرْعُهَا فِى ٱلسَّمَآءِ تُؤْتِىٓ أُكُلَهَا كُلَّ حِينٍۭ بِإِذْنِ رَبِّهَا ۗ وَيَضْرِبُ ٱللَّهُ ٱلْأَمْثَالَ لِلنَّاسِ لَعَلَّهُمْ يَتَذَكَّرُونَ وَمَثَلُ كَلِمَةٍ خَبِيثَةٍۢ كَشَجَرَةٍ خَبِيثَةٍ ٱجْتُثَّتْ مِن فَوْقِ ٱلْأَرْضِ مَا لَهَا مِن قَرَارٍۢ يُثَبِّتُ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ بِٱلْقَوْلِ ٱلثَّابِتِ فِى ٱلْحَيَوٰةِ ٱلدُّنْيَا وَفِى ٱلْـَٔاخِرَةِ ۖ وَيُضِلُّ ٱللَّهُ ٱلظَّـٰلِمِينَ ۚ وَيَفْعَلُ ٱللَّهُ مَا يَشَآءُ
Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit, pohon itu memberikan buahnya pada setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun. Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki. (QS. Ibrahim [14]: 24-27).
Makna pohon dalam perumpamaan ayat diatas adalah pohon kurma sebagaimana ditafsirkan oleh Rasulullah ﷺ, diantaranya beliau bersabda, “Perumpamaan seorang mukmin itu seperti pohon kurma, apapun yang diambil darinya pasti bermanfaat bagimu.”[17]. Dalam ayat ini, Allah subhanahu wa ta’ala menggambarkan tauhid ibarat satu pohon yang penuh berkah dan banyak manfaatnya dan buahnya, memiliki akar, cabang, dan buah. Al-Imam Ibn Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah mengatakan, “Tauhid ibarat phon dalam hati, cabangnya adalah amal-amal saleh, buahnya adalah kebahagiaan di dunia dan kenikmatan di akhirat. Sebagaimana halnya bahwa buah di Surga itu tidak pernah terputus maka demikian juga buah tauhid di dunia.”[18].
Ya, jika tauhid telah tertanam kuat dalam hati sanubari seorang hamba maka akan melahirkan berbagai macam ketaatan dan amal saleh, serta meninggalkan berbagai maacam kemaksiatan dan dosa. Kemudian setelah itu dia akan meraih buah manis berupa kebahagian di dunia dan akhirat.[19].
- Tauhid adalah perintah Allah pertama kali dalam mushaf Alquran
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
يَـٰٓأَيُّهَا ٱلنَّاسُ ٱعْبُدُوا۟ رَبَّكُمُ ٱلَّذِى خَلَقَكُمْ وَٱلَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa. (QS al-Baqarah [2]: 21).
- Dakwah seluruh para nabi adalah memprioritaskan pada tauhid
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍۢ رَّسُولًا أَنِ ٱعْبُدُوا۟ ٱللَّهَ وَٱجْتَنِبُوا۟ ٱلطَّـٰغُوتَ ۖ
Dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah thagut itu” (QS. al-Nahl [16]: 36).
Al-Imam al-Syaukani rahimahullah berkata, “Ketahuilah bahwa telah diriwayatkan oleh sejumlah ulama-ulama besar Islam bahwa semua syariat sepakat untuk menetapkan tauhid dengan banyaknya jumlah dan bilangan para utusan dan banyaknya kitab-kitab yang diturunkan kepada para nabi. Tauhid adalah agama alam semesta awal dan akhirnya, dahulu dan yang akan datang.”[20].
- Tauhid adalah ilmu paling penting dan mulia
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
فَٱعْلَمْ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّا ٱللَّهُ وَٱسْتَغْفِرْ لِذَنۢبِكَ وَلِلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَـٰتِ ۗ وَٱللَّهُ يَعْلَمُ مُتَقَلَّبَكُمْ وَمَثْوَىٰكُمْ
Maka ketahuilah, bahwa sesungguhnya tidak ada Ilah (sesembahan, tuhan) selain Allah dan mohonlah ampunan bagi dosamu dan bagi (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan perempuan. Dan Allah mengetahui tempat kamu berusaha dan tempat kamu tinggal. (QS. Muhammad [47]: 19).
Ilmu tauhid adalah ilmu yang paling mulia dan paling penting. Dahulu, dikatakan:
شَرَفُ الْعِلْمِ بِشَرَفِ الْمَعْلُوْمِ
“Kemulian ilmu itu tergantung pada materi pembahasan yang dipelajari.”
Juga, karena ilmu tauhid itu berkaitan tentang zat Allah, asma, dan sifat-Nya serta syariat-Nya. Selain itu, kebutuhan manusia kepada tauhid lebih di atas seluruh kebutuhan lainnya. Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Kebutuhan hamba kepada risalah jauh lebih penting daripada kebutuhan seorang pasien kepada dokter, sebab jika tidak ada dokter maka maksimalnya adalah mati badannya. Namun, jika hamba tidak mendapatkan sinar cahaya risalah maka hatinya akan mati, tidak bisa diharapakan lagi kehidupannya selama-lamanya, dan dia akan sengsara selama-lamanya.”[21].
Para ulama telah bersepakat bahwa tauhid adalah ilmu yang paling penting sebagaimana dinukil oleh Ibn Battah dalam al-Ibanah, al-Lalika’I dalam Syarh Usul I’tiqad Ahl al-Sunnah wal Jama’aj, dan sebagainya.[22].
- Tauhid adalah nikmat Allah teragung
Sungguh, barangsiapa dipahamkan oleh Allah tentangnya maka hendaknya memperbanyak syukur kepada Allah karena dia telah mendapatkan nikmat yang sangat agung. Perhatikanlah bersama saya firman Allah subhanahu wa ta’ala:
يُنَزِّلُ ٱلْمَلَـٰٓئِكَةَ بِٱلرُّوحِ مِنْ أَمْرِهِۦ عَلَىٰ مَن يَشَآءُ مِنْ عِبَادِهِۦٓ أَنْ أَنذِرُوٓا۟ أَنَّهُۥ لَآ إِلَـٰهَ إِلَّآ أَنَا۠ فَٱتَّقُونِ
Dia menurunkan para malaikat dengan (membawa) wahyu dengan perintah-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya, yaitu: “Peringatkanlah olehmu sekalian, bahwasanya tidak ada Tuhan (yang hak) melainkan Aku, maka hendaklah kamu bertakwa kepada-Ku. (QS. al-Nahl [16]: 2).
Surat an-Nahl juga disebut dengan al-Ni’am (nikmat-nikmat) ini[23], Allah subhanahu wa tala menyebutkan banyak nikmat untuk para hambanya, dan nikmat yang pertama kali Allah subhanahu wa ta’ala sebutkan adalah ayat di atas yang yang berisi tauhid Laa Ilaaha Illa Allah. Oleh karena itu, Sufyan Ibn Uyainah rahimahullah mengatakan, “Tidaklah Allah memberikan nikmat kepada hamba-Nya dengan sebuah nikmat yang lebih agung daripada nikmat pemahaman Laa Ilaaha Illa Allah.”[24].
- Tauhid adalah wasiat para nabi dan orang saleh
Perhatian manusia berbeda-beda, dan itu dapat diketahui pada wasiat mereka mereka saat sakratul maut. Ada yang berwasiat akan Rabbnya. Oleh karenanya, tauhid adalah wasiat para nabi Ketika akan meninggal dunia.
وَوَصَّىٰ بِهَآ إِبْرَٰهِـۧمُ بَنِيهِ وَيَعْقُوبُ يَـٰبَنِىَّ إِنَّ ٱللَّهَ ٱصْطَفَىٰ لَكُمُ ٱلدِّينَ فَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنتُم مُّسْلِمُونَ أَمْ كُنتُمْ شُهَدَآءَ إِذْ حَضَرَ يَعْقُوبَ ٱلْمَوْتُ إِذْ قَالَ لِبَنِيهِ مَا تَعْبُدُونَ مِنۢ بَعْدِى قَالُوا۟ نَعْبُدُ إِلَـٰهَكَ وَإِلَـٰهَ ءَابَآئِكَ إِبْرَٰهِـۧمَ وَإِسْمَـٰعِيلَ وَإِسْحَـٰقَ إِلَـٰهًۭا وَٰحِدًۭا وَنَحْنُ لَهُۥ مُسْلِمُونَ
Dan Ibrahim telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula Ya’qub. (Ibrahim berkata): “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah memilih agama ini bagimu, maka janganlah kamu mati kecuali dalam memeluk agama Islam”. Adakah kamu hadir ketika Ya’qub kedatangan (tanda-tanda) maut, ketika ia berkata kepada anak-anaknya: “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” Mereka menjawab: “Kami akan menyembah Tuhanmu dan Tuhan nenek moyangmu, Ibrahim, Ismail dan Ishaq, (yaitu) Tuhan Yang Maha Esa dan kami hanya tunduk patuh kepada-Nya”. (QS. al-Baqarah [2]: 132-133).
Dan wasiat pertama luqman kepada anaknya adalah tentang tauhid:
وَإِذْ قَالَ لُقْمَـٰنُ لِٱبْنِهِۦ وَهُوَ يَعِظُهُۥ يَـٰبُنَىَّ لَا تُشْرِكْ بِٱللَّهِ ۖ إِنَّ ٱلشِّرْكَ لَظُلْمٌ عَظِيمٌۭ
Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar”. (QS. Luqman [31]: 13).[25].
- Tauhid adalah derajat iman tertinggi
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu dari Nabi ﷺ, beliau bersabda, “Iman itu tujuh puluh lebih atau enam puluh lebih cabang. Tingkatan tertinggi adalah Laa ilaaha illa Allah, sedangkan paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalan, dan sifat malu adalah termasuk dari keimanan.” (HR. Muslim: 58).
Al-Imam al-Nawawi rahimahullah berkata, “Nabi ﷺ menegaskan bahwa cabang iman yang paling tinggi adalah tauhid yang wajib bagi setiap orang, yang tidak sah cabang-cabang iman lainnya kecuali dengan sahnya tauhid.”[26].
- Tauhid menjadikan negara aman
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ وَلَمْ يَلْبِسُوٓا۟ إِيمَـٰنَهُم بِظُلْمٍ أُو۟لَـٰٓئِكَ لَهُمُ ٱلْأَمْنُ وَهُم مُّهْتَدُونَ
Orang-orang yang beriman dan tidak mencampuradukkan iman mereka dengan kezaliman (syirik), mereka itulah yang mendapat keamanan dan mereka itu adalah orang-orang yang mendapat petunjuk. (QS. al-An’am [6]: 82).
Tidak diragukan lagi bahwa keamanan merupakan kenikmatan besar dan kebutuhan primer bagi pribadi, masyarakat, dan negara, bahkan keamanan bagi manusia lebih penting daripada kebutuhan pangan. Oleh karenanya, Nabi Ibrahim alaihis salam dalam doanya lebih mendahulukan keamanan daripada pangan.
وَإِذْ قَالَ إِبْرَٰهِـۧمُ رَبِّ ٱجْعَلْ هَـٰذَا بَلَدًا ءَامِنًۭا وَٱرْزُقْ أَهْلَهُۥ مِنَ ٱلثَّمَرَٰتِ مَنْ ءَامَنَ مِنْهُم بِٱللَّهِ وَٱلْيَوْمِ ٱلْـَٔاخِرِ
Dan (ingatlah), ketika Ibrahim berdoa: “Ya Tuhanku, jadikanlah negeri ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari buah-buahan kepada penduduknya yang beriman diantara mereka kepada Allah dan hari kemudian. (QS. al-Baqarah [2]: 126). Nabi ﷺ bersabda:
مَن أصبحَ مِنكُم آمِنًا في سِرْبِه، مُعافًى في جسَدِهِ، عندَهُ قُوتُ يَومِه، فَكأنَّما حِيزَتْ له الدُّنْيا
“Barang siapa hidup secara aman perjalanannya, sehat badannya, memiliki makanan setiap harinya[27], maka seakan-akan terkumpul padanya nikmat dunia.”[28].
Perhatikanlah, bagaimana keamanan lebih didahulukan daripada kebutuhan pangan, sebab mungkinkah seorang akan merasakan lezatnya makanan bila dia diselimuti oleh ketakutan dan kecemasan?!!
Keamanan negara tidaklah diraih hanya dengan persenjataan canggih dan alat-alat modern yang jeli?! Bukankah negara-negara kafir memiliki alat-alat modern yang canggih tersebut? Lantas kenapa negara-negara tersebut masih merasakan hilangnya keamanan dan ketentraman?! Keamanan negara hanya akan didapat dengan tauhid dan iman.[29].
- Tauhid timbangan amal yang paling berat
عَنْ عَبْدِ اللهِ بْنِ عَمْرِو بْنِ العَاصِ رضي الله عنهما يقول: قال رسول الله ﷺ: إِنَّ اللهَ سَيُخَلِّصُ رجلًا من أُمَّتي على رُءُوسِ الخَلائِقِ يومَ القيامةِ فينشرُ عليهِ تسعةً وتسعينَ سِجِلًّا، كلُّ سِجِلٍّ مثلُ مَدِّ البَصَرِ، ثُمَّ يقولُ، أَتُنْكِرُ من هذا شيئًا، أَظَلَمَكَ كتبَتِي الحافظونَ؟ فيقولُ: لا يا رَبِّ، فيقولُ أَفَلكَ عُذْرٌ؟ فيقولُ: لا يا رَبِّ فيقولُ: بلى إِنَّ لكَ عندَنا حسنةً فإنَّهُ لا ظُلْمَ عليكَ اليومَ فتخرجُ بِطاقَةٌ فيها أشهدُ أنْ لا إلهَ إِلّا اللهُ، وأشهدُ أنَّ محمدًا عَبْدُهُ ورسولُهُ فيقولُ احْضُرْ وزْنَكَ، فيقولُ: ما هذه البِطاقَةُ مع هذه السِّجِلّاتِ؟ فقال: إِنَّكَ لا تُظْلَمُ، قال: فَتُوضَعُ السِّجِلّاتُ في كَفَّةٍ، والبِطاقَةُ في كَفَّةٍ، فَطاشَتِ السِّجِلّاتُ وثَقُلَتِ البِطاقَةُ، فلا يَثْقُلُ مع اسْمِ اللهِ شيءٌ.
Dari Abdullah bin Amr ibn al-Ash radhiyallahu ‘anhuma berkata, “Rasulullah ﷺ bersabda: Sesungguhnya Allah akan memilih salah seorang dari umatku di hadapan sekian makhluk-Nya besok pada Hari Kiamat, lalu Allah membukakan sembilan puluh sembilan buku catatannya, setiap buku catatan panjangnya sejauh mata memandang, lalu Allah berfirman, ‘Apakah kamu mengingkari sesuatu dari catatan ini? Apakah Malaikat Pencatat menzhalimimu? Jawab orang tersebut, ‘Tidak wahai Rabbku.’ Apakah kamu memiliki uzur?’ Jawabnya, ‘Tidak, wahai Rabbku.’ Kata Allah selanjutnya, ‘Sesungguhnya kamu memiliki kebaikan di sisi Kami, hari ini tidak ada kezhaliman padamu.’ Setelah itu, keluarlah suatu kartu yang tertulis di dalamnya ‘Saya bersaksi bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah kecuali hanya Alalh dan bahwasanya Muhammad adalah hamba dan rasul-Nya’. Kata Allah, ‘Hadirilah timbanganmu.’ Orang itu menjawab, ‘Wahai Rabbku, apalah artinya satu kartu ini melawan buku-buku catatan yang banyak itu?’ Allah berfirman, ‘Sesungguhnya dirimu tidak akan terzalimi.’ Akhirnya, buku-buku catatan tersebut diletakkan dalam satu neraca dan kartu tersebut dalam neraca lainnya, ternyata buku-buku tersebut menjadi ringan dan kartu itulah yang lebih berat, karena memang tidak ada sesuatu pun yang lebih berat dari nama dari nama Allah.”[30].
Diceritakan oleh al-Hafiz Hamzah al-Kinani bahwa Abu Hasan, Ali ibn Umar berkata, ‘Saya pernah mendapati seorang disuatu majelis, Ketika dia mendengar hadits ini, dia menjerit lalu meninggal dunia. Aku ikut mengurusi jenazahnya dan menyalatinya. Dalam hadits ini terdapat faedah tang pentingnya tauhid dan bahwasanya tauhid adalah amalan yang paling berat dalam timbangan, tidak ada yang dapat menandinginya.
- Tauhid faktor utama menraih syafaat Nabi ﷺ
Tidak diragukan lagi bahwa tauhid -yaitu memurnikan segala bentuk ibadah kepada Allah – adalah faktor utama untuk meraih syafaat. Bahkan, tauhid adalah syarat utama syafaat karena syafaat itu tidak terwujud kecuali dengan dua syarat yaitu izin dan ridha Allah, sedang Allah subhanahu wa ta’ala tidak ridha kecuali kepada ahli tauhid. Nabi ﷺ bersabda:
أسْعدُ الناسِ بِشفاعَتِي يومَ القِيامةِ مَنْ قال: لا إلهَ إلّا اللهُ خالِصًا مُخلِصًا من قلْبِهِ
“Orang yang paling berbahagia memperoleh syafaatku pada Hari Kiamat adalah orang yang yang mengucapkan Laa ilaaha illa Allah ikhlas dari lubuk hatinya.” (HR al-Bukhari: 99, 6570).
Syaikhul Islam Ibn Taimiyyah rahimahullah mengatakan, “Syafaat sebabnya adalah mentauhidkan Allah dan memurnikan agama dan ibadah hanya kepada Allah, semakin (baik) orang itu bertauhid maka semakin berhak (dia) mendapatkan syafaat.”[32].
Al-Imam Ibn al-Qayyim rahimahullah berkata, “Dalam hadits ini terdapat rahasia pentingnya tauhid karena syafaat hanya diperoleh dengan pemurnian tauhid, siapa saja yang sempurna tauhidnya maka berhak mendapat syafaat, bukan dengan syirik seperti yang dilakukan oleh mayoritas orang.”[33].
_____________________
Keterangan:
(1). Juhud al-Syafi’iyyah fi Taqrir Tauhid al-Ibadah hlm. 5-6 karya Dr. ‘Abdullah ibn ‘Abdul- Aziz al-Unquri.
(2). Alp-Qamus al-Muhit 1/343 karya al-Fairuz Abadi.
(3). Al-Qaul al-Sadid fi Maqasid Tauhid hlm. 17 oleh al-Syaikh ‘Abdurrahman al-Sa’di.
(4). QS. al-Fatihah [1]: 5.
(5). Tafsir al-Karim al-Rahman hlm. 28. Adapun Nurcholis Majdid, dia malah mengatakan, “Kalau kita baru sampai pada iyyaka nabudu berarti kita masih mengklaim diri kita mampu dan aktif menyembah. Tetapi kalau sudah wa iyyaka nasta’in, maka kita lebur, menyatu dengan dengan Tuhan.” (Tabloid Tekad, Harian Republika No. 44/th. II, 4-10 September 2000 hlm. 11, dari buku Tarekat Tasawwuf hlm. 109, Hartono Ahmad). Lihatlah wahai saudaraku, bagaimana dia menafsirkan ayat tauhid dengan dengan sebuah paham yang sesat dan menyesatkan yaitu Wahdatul-wujud (bersatunya hamba dengan Allah). Hanya kepada Allah kita mengadu!!
(6). Dr. Abdurrazzaq ibn “Abdul-Muhsin al-Abbad menulis sebuah kitab berjudul al-Qaul al-Sadid fi al-Radd ‘ala Man Ankara Taqsim al-Tauhid (Bantahan Bagus Atas Para Pengingkar Pembagian Tauhid). Dalam kitab tersebut, beliau menyebutkan dalil-dalil dan ucapan-ucapan ulama salaf yang menegaskan adanya pembagian tauhid ini dan membantah sebagian kalangan yang mengatakan bahwa pembagian tauhid ini adalah termasuk perkara bidah.
(7). Lihat al-Tahżir min Mukhtasarāt al-Sabuni fi Tafsir hlm. 331-al-Rudud-karya al-Syaikh Bakr Abu Zaid dan Adwa al-Bayan 3/488-493 karya al-Imam al-Syinqiti.
(8). Lihat al-Mawāhib al-Rabbāniyyah min al-Ayāt al-Qur’äniyyah hlm. 60 karya al-Syaikh Abdurrahman al-Sa’di.
(9). Tafsir al-Sa’di hlm. 110, Ayat Kursi wa Barāhin Tauhid hlm. 6-7 karya al-Syaikh ‘Abdurrazzaq ibn ‘Abdul-Muhsin al- Abbad.
(10). Min Kunuz al-Qur’an al-Karim 1/149 karya al-Syaikh Abdul-Muhsin al-‘Abbad.
(11). Al-Majmu’ fi Tarjamah al-Muhaddis Hammad al-Ansari 2/531.
(12). Dalam kitabnya al-Mukhtasar al-Mufid fi Bayān Dalā’il Aqsām al-Tauhid, Syaikh Dr. ‘Abdurazzaq ibn Abdul-Muhsin al-Abbad menukil ucapan-ucapan ulama salaf yang menetapkan klasifikasi tauhid menjadi tiga ini, seperti al-Imam Abu Hanifah (w. 150 H), Ibn Mandah (182 H), Ibn Jarir (310 H), al-Tahawi (w. 321 H), Ibn Hibban (354 H), Ibn Battah (387 H), Ibn Khuzaimah (395 H), al-Turtusii (520 H), al-Qurtubi (671 H). Lantas, akankah setelah itu kita percaya dengan ucapan orang yang mengatakan bahwa klasifikasi ini baru dimunculkan oleh Ibn Taimiyyah pada abad kedelapan Hijriah?!!! Pikirkanlah, wahai orang yang berakal!!
(13). Di antaranya adalah Syaikh Idahram (!) yang mengatakan dalam buku hitamnya Sejarah Berdarah Sekte Salafi Wahabi(!) hlm. 236: “Pembagian tauhid kepada tauhid uluhiyyah dan tauhid rububiyyah diciptakan oleh Ibnu Taimiyyah al-Harroni (w. 728 H) setelah 8 abad berlalu dari masa Rasulullah. Pernyataan yang seperti ini, sama sekali tidak pernah ada di zaman Rasulullah, para sahabat, tabi’in, tabi’ tabi’in, maupun ulama-ulama salaf terdahulu.”
Lanjutnya: “Demikianlah Salafi Wahabi mengklaim selalu mengikuti Salaf Shalih dalam beragama. Tetapi pada kenyataannya, tidak ada seorang pun dari Salaf Shalih yang membagi tauhid kepada pembagian seperti ini.”
(14). Lihat pembahasan bagus tentang keutamaan-keutamaan tauhid dalam Tahqiq Kalimah al-Ikhlās hlm. 52-64 karya al-Hafiz Ibn Rajab, Makānah al-Tauhid karya Ali al-Huzaifi.
(15). Majmu’ Fatāwa 15/25.
(16). Dalam Al-Quran terdapat empat puluh lebih perumpamaan. Tentu, di balik perumpamaan tersebut terdapat pelajaran berharga bagi orang mau merenungi. (Lihat QS al-Ankabut [29]: 43.) Sebagian salaf dahulu apabila membaca sebuah perumpamaan dalam Al-Quran lalu dia tidak memahaminya, maka dia akan menangis tersedu-sedu seraya mengatakan, “Saya tidak termasuk orang-orang yang berilmu.”
(17). HR. al-Tabarani dalam al-Mu’jam al-Kabir 12/1351 dan dinilai shahih oleh al-Hafidz Ibn Hajar dalam Fath al-Bari 1/147.
(18). Al-Fawaid hlm. 214.
(19). Lihat Ta’ammulat fi Mumasalatil Mu’min al-Nakhlah karya al-Syaikh Abdurrazzaq ibn Abdul-Muhsin al-Abbad, Dar Ibn Affan, KSA, cet. pertama, 1419 H.
(20). Irsyad Siqat ila Ittifaq Syara’i ‘ala al-Tauhid wa al-Ma’ad wa al-Nubuwwat 1/484 -Fath al-Rabbani.
(21). Majmu’ Fatawa 19/96-97, Miftah Dar al-Sa’addah 1/291-331.
(22). Al-Taudihat al-Jaliyyah ala Syarh Aqidah al-Tahawiyyah 1/60-61 karya Dr. Muhammad Abdurrahman al-Khumais.
(23). Dinamakan dengan surat al-Ni’am karena Allah menyebutkan banyak kenikmatan kepada hamba-Nya, sebagaimana dikatakan oleh Ibn Atiyyah dalam al-Muharrar al-Wajiz 3/377. Lihat pula Asma al-Suwar al-Qur’an hlm. 242-243 karya Dr. Munirah binti Muhammad al-Dusari.
(24). Tahqiq Kalimah al-Ikhkas -Majmu’ Rasa’il -3/74 karya Ibn Rajab.
(25). Lihat Takhrij al-Wasaya min Khabaya Zawaya hlm. 74 karya Siddiq Hasan Khan, Sittu Durar min Usul Ahl al-Asar hlm. 19 karya al-Syaikh Abdul-Malik Ramadani.
(26). Syarh Muslim 1/280.
(27). Dalam salah satu khotbah di Masjid al-Haram yang penulis dengar, al-Syaikh Su’ud al-Syuraim pernah mengatakan bahwa dalam hadits ini terdapat tiga kunci kemakmuran negara: Pertama: Kekuatan tentara yang merupakab tulang punggung keamanan negara; Kedua: Menyebarnya kesehatan; Ketiga: Stabilnya perekonomian.
(28). HR. al-Tirmidzi: 2346, Ibn Majah: 4141. Lihat Shahih al-Jami’: 6042.
(29). Lihat risalah Amn al-Bilad Ahamiyyatuhu wa Wasa’il Tahqiqiqhi wa Hifzihi hlm. 15-21 karya al-Syaikh Abdurrazaq ibn Abdul-Muhsin al-Abbad.
(30). Shahih. Diriwayatkan al-Tirmidzi: 2639, Ibn Majah: 4300, Ahmad 2/22, 213, Ibn al-Mubarak dalam al-Zuhd: 371, Ibn Hibban dalam Shahihnya: 461, al-Hakim dalam al-Mustadrak 1/528, al-Baihaqi dalam Syu’ab al-Iman: 283, al-Bagawi dalam Syarh al-Sunnah: 4321, al-Tabarani dalam al-Du’a: 1482, Hamzah al-Kinani dalam juz al-Bitaqah no. 2, Ibn Mardawaih dan al-Lalika’i sebagaimana dalam al-Durr al-Mansur al-Suyuti 3/70. Al-Tirmizi berkata, “Hadits hasan garib. Al-Hakim berkata, “Sanadnya shahih, sesuai dengan syarat Muslim.” Dan disetujui oleh al-Zahabi, al-Munziri, dan al-Albani dalam Silsilah al-Ahadits al-Sahihah: 135.
(31). Juz al-Bitāqah karya Hamzah al-Kinani hlm. 35-36 tahqiq al-Syaikh Abdurrazzaq ibn Abdul-Muhsin al- Abbad.
(32). Majmu’ Fatawa 1/414.
(33). Tahžib Sunan Abu Dawud 13/56-Aun al-Ma’bud.
Disusun oleh: Al-Ustadz Abu Ubaidah Yusuf bin Mukhtar as-Sidawi hafidzahullah
[Disalin dari Majalah Al-Furqon 144, Edisi 08, Th. Ke-13, Robiul Awwal 1435 H, hlm 16-21, Penerbit Lajnah Dakwah Ma’had al-Furqon al-Islami].
Wallahu A’lam
Baca juga:
Posting Komentar untuk "Tauhid Kunci Kebahagiaan"