Aqiqah merupakan salah satu bentuk ibadah yang disyariatkan dalam Islam sebagai ungkapan rasa syukur atas kelahiran seorang anak. Tradisi ini telah dilakukan sejak masa Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam dan memiliki ketentuan-ketentuan tertentu yang perlu diketahui oleh setiap Muslim, mulai dari hukumnya, jumlah hewan yang disembelih, hingga waktu pelaksanaannya. Dalam artikel ini, kita akan membahas secara lengkap mengenai hal-hal penting seputar aqiqah agar pelaksanaannya sesuai dengan tuntunan syariat.
Pembahasan ini terdiri
dari beberapa bagian:
DEFINISI AQIQAH
Secara bahasa, aqiqah
(العقيقة) diambil dari akar kata (اَلْعَقُّ) yang berarti
memotong. Pada asalnya, ia digunakan juga untuk (makna) rambut yang ada pada
kepala bayi saat lahir.
Secara syar'i, aqiqah
adalah hewan ternak yang disembelih untuk bayi yang dilahirkan pada hari
ketujuhnya saat rambutnya dicukur. Ia adalah hak anak atas orangtuanya.
HUKUM AQIQAH
Hukum aqiqah adalah
sunnah mu'akkad, berdasarkan hadits Salman bin Amir adh-Dhabbi radhiyallahu
anhu, dia berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
مع الغُلامِ عَقيقَتُه؛ فأَهْريقوا عنه دَمًا،
وأَمِيطوا عنه الأَذى
"Bersama anak
(yang baru dilahirkan) itu ada aqiqahnya, maka alirkanlah darah (hewan aqiqah)
untuknya, dan singkirkanlah gaungguan[1]
dari (kepala)nya."[2]
Dan berdasarkan hadits
Samurah radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كلُّ غُلامٍ رَهْينةٌ بعَقيقتِه، تُذبَحُ
عنه يَوْمَ سابِعِه، ويُسمّى، ويُحلَقُ رأسُه
"Setiap anak
tergadaikan dengan aqiqahnya, di mana aqiqahnya disembelih untuknya pada hari
ketujuhnya, dan dia diberi nama dan dicukur gundul kepalanya."[3]
Serta berdasarkan
hadits Abdullah bin Amr bin al-Ash radhiyallahu anhu bahwa Nabi shallallahu
alaihi wa sallam bersabda,
من وُلِدَ له ولدٌ فأحبَّ أن ينسُكَ
عنه فليَنسُكْ
"Barangsiapa
diberi kelahiran anak, lalu dia ingin menyembelih (aqiqah) untuknya, maka
hendaklah dia menyembelih."[4]
WAKTU AQIQAH
Dengan keluarnya anak
secara keseluruhan dari perut ibunya, maka saat itulah waktu bolehnya
menyembelih aqiqah masuk, sedangkan waktu yang dianjurkan berlanjut terus sampai
anak baligh, hanya saja disunnahkan agar aqiqah dilangsungkan pada hari ketujuh
dari kelahirannya, berdasarkan hadits Samurah radhiyallahu anhu bahwa
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
ٱلْغُلَامُ مُرْتَهَنٌ بِعَقِيقَتِهِ، يُذْبَحُ عَنْهُ
يَوْمَ ٱلسَّابِعِ، وَيُسَمَّى، وَيُحْلَقُ رَأْسُهُ
"(Setiap) anak
tergadaikan dengan aqiqahnya, di mana akikahnya disembelih untuknya pada hari
ketujuh (dari kelahirannya), dan dia diberi nama dan dicukur gundul kepalanya."[5]
KADAR JUMLAH HEWAN
TERNAK YANG DISEMBELIH UNTUK AQIQAH
Disunnahkan
menyembelih dua ekor kambing untuk anak laki-laki dan satu ekor kambing untuk
anak perempuan, berdasarkan hadits Ummu Kurz al-Ka'biyah radhiyallahu anha, dia
berkata, Aku mendengar Rasulullah shallallahu alaihu wa sallam bersabda,
عن الغُلامِ شاتانِ مكافئتانِ، وعن الجاريةِ
شاةٌ
"Untuk anak
laki-laki (aqiqahnya) dua ekor kambing yang sepadan dan untuk anak perempuan
(aqiqahnya) satu ekor kambing."[6]
MEMBERI NAMA BAYI,
MENCUKUR (RAMBUT) KEPALANYA, MENTAHNIKNYA DAN ADZAN DI TELINGANYA
• Memberi Nama
Disunnahkan memberi
nama bayi pada hari ketujuh dari kelahirannya, berdasarkan hadits Samurah
radhiyallahu anhu, bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda,
كلُّ غُلامٍ رَهْينةٌ بعَقيقتِه، تُذبَحُ
عنه يَوْمَ سابِعِه، ويُسمّى، ويُحلَقُ رأسُه.
"Setiap anak
tergadaikan dengan aqiqahnya, di mana akikahnya disembelih untuknya pada hari
ketujuh (dari kelahirannya), dan dia diberi nama dan dicukur gundul kepalanya."[7]
Disunnahkan memilih
nama yang bagus untuk anak. Sungguh Nabi shallallahu alaihu wa sallam telah
mengubah nama-nama buruk dan memerintahkan untuk berbuat demikian.[8]
Yang paling bagus adalah Abdullah dan Abdurrahman, berdasarkan hadits Ibnu Umar
radhiyallahu anhuma, dia berkata, Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam
bersabda,
إنَّ أحَبَّ أسْمائِكُمْ إلى اللهِ عبدُ
اللهِ وعَبْدُ الرَّحْمَنِ
"Sesungguhnya
nama-nama kalian yang paling Allah cintai adalah Abdullah dan Abdurrahman."[9]
• Mencukur Kepala Bayi
Disunnahkan mencukur
rambut bayi laki-laki dan perempuan pada hari ketujuh setelah akikah dan
bersedekah dengan perak seberat timbangan rambutnya, berdasarkan hadits Ali
radhiyallahu anhu, dia berkata,
عقَّ رسولُ اللهِ ﷺ عن الحسنِ بشاةٍ، يا
فاطمةُ، احلِقي رأسَه، وتصدَّقي بزِنةِ شعرِه فضَّةً
"Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam berakikah untuk al-Hasan radhiyallahu anhu dengan
seekor kambing, beliau bersabda, 'Wahai Fathimah, cukur gundullah kepalanya dan
bersedekahlah dengan perak seberat timbangan rambutnya."[10]
• Tahnik Bayi
Disunnahkan mentahnik
dengan kurma, sama saja, apakah bayinya laki-laki atau perempuan. Tahnik adalah
mengunyah kurma dan mengoles-oles mulut bayi dengan kurma kunyahannya, sehingga
sebagian darinya masuk ke dalam perutnya, berdasarkan hadits Abu Musa
radhiyallahu anhu, dia berkata,
وُلِدَ لي غُلامٌ فأتَيْتُ به النبيَّ ﷺ
فَسَمّاهُ إبْراهِيمَ وَحَنَّكَهُ بتَمْرٍ.
"Seorang anak
dilahirkan untukku, lalu aku membawanya kepada Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim, dan mentahniknya dengan kurma
matang."[11]
Dan berdasarkan hadits Aisyah radhiyallahu anhu,
أنَّ رَسولَ اللهِ ﷺ
كانَ يُؤْتى بالصِّبْيانِ [فيُبَرِّكُ عليهم] وَيُحَنِّكُهُمْ
"Bahwa Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam dibawakan beberapa bayi kepada beliau, [maka
beliau mendoakan keberkahan untuk mereka] dan mentahnik mereka."[12]
• Adzan di Telinga
Bayi
Disunnahkan adzan
ditelinga bayi saat kelahirannya. Ada yang berkata, dilakukan adzan di telinga
kanan bayi dan iqamat di telinga kirinya, berdasarkan hadits Abu Rafi'
radhiyallahu anhu, dia berkata,
رَأَيْتُ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَآلِهِ
وَسَلَّمَ أَذَّنَ فِي أُذُنِ الْحُسَيْنِ بْنِ عَلِيٍّ حِينَ وَلَدَتْهُ
فَاطِمَةُ بِالصَّلَاةِ
"Aku melihat
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mengumandangkan adzan di telingan
al-Hasan bin Ali saat Fathimah melahirkannya dengan adzan shalat."[13][14]
[1] (Yakni dicukur. Ed.T.).
[2] Diriwayatkan oleh al-Bukhari, 6/217
[3] Diriwayatkan oleh Ahmad, 5/7, 8,
12; Abu Dawud, no. 2837 dan hadits sesudahnya; at-Tirmidzi, no. 1522; an-Nasai,
7/166 dan hadits sesudahnya; Dishahihkan oleh al-Hakim, dan ia disetujui oleh
adz-Dzahabi, al-Mustadrak, 4/237; Dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan
an-Nasai, no. 3936.
[4] Diriwayatkan oleh Abu Dawud, no. 2842 dan
hadits sesudahnya; an-Nasai, 7/162; Ahmad, 2/182 dan hadits sesudahnya;
dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai, no. 3928.
[5] Hadits ini telah hadir sebelumnya.
[6] Diriwayatkan oleh Ahmad, 6/381; Abu Dawud,
3/257; an-Nasai, 7/165; dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan an-Nasai,
no. 3931.
[7] Hadits ini sudah ditakhrij pada
sebelumnya.
[8] Lihat Fath al-Bari, 10/577
[9] Diriwayatkan oleh Muslim, 3/1682
[10] Diriwayatkan oleh Ahmad, 6/390, 392; Malik
dalam al-Muwaththa’, hal. 259; at-Tirmidzi, no. 1519; al-Hakim, 4/237;
al-Baihaqi, 9/304; dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih Sunan at-Tirmidzi,
no. 1226.
[11] Muttafaq alaih: Diriwayatkan oleh al-Bukhari,
6/216 dan Muslim, no. 2145.
[12] Diriwayatkan oleh Muslim, no. 2147.
[13] Diriwayatkan oleh at-Tirmidzi, no. 1514
dan beliau berkata, “Hasan shahih.” Dihasankan oleh al-Albani dalam Shahih
Sunan at-Tirmidzi, no. 1224. (Syaikh al-Albani rujuk dari hukum “hasan” ini,
dan beliau kemudian menghukuminya dhaif dalam adh-Dhaifah, no. 6121. Lihat
kitab Taraju’ al-‘Allamah al-Albani, 1/239, no. 146. Dinukil oleh Tim Darul Haq.).
[14] [Disalin dari kitab ‘Al-Fiqh al-Muyassar’ Penyusun Syaikh Abdul Aziz Mabruk al-Mahdi, Syaikh Abdul Karim bin Shunaitan al-Amri, Syaikh Abdullah bin Fahd asy-Syarif dan Syaikh Faihan bin Syali al-Muthairi, Judul dalam Bahasa Indonesia ’Fiqih Muyassar’ Penerjemah Izzudin Karimi Lc, Penerbit Pustaka Darul Haq, Cetakan Ketujuh Dzulqo’dah 1440 H – Juli 2019 M]
Posting Komentar untuk "Aqiqah: Hukum, Jumlah Kambing dan Waktunya"